Air Borne Disease “Tuberkulosis”

Standard

Apa sih Air Borne Disease itu?

Dalam bahasa Indonesia, air borne disease berarti penyakit yang menular lewat udara. Penyakit ini paling mudah menular disebabkan adanya kontak antarorang. Udara pernafasan mengandung agent yang dihirup orang-orang disekitarnya, terutama di ruang tertutup. Insiden prevalensinya menduduki peringkat pertama, sehingga memiliki potensi menimbulkan wabah. Jenis penyakit ini sangat banyak dan sebagian besar mengenai saluran nafas atas (ISPA). Penyakit ini terdapat di daerah tropis dan sedang, iklim dingin memperberat penyakit ini.

 

Penyakit TB, bagaimanakah identifikasinya?

Tuberkulosis atau yang familiar disebut penyakit TB, adalah penyakit yang disebabkan oleh mikrobakterium sebagai penyebab utama kecacatan dan kematian hampir di sebagian besar negara diseluruh dunia. Infeksi awal biasanya berlangsung tanpa gejala; tes tuberkulin akan memberikan hasil yang positif 2 – 10 minggu kemudian. Lesi awal pada paru umumya akan sembuh dengan sendirinya tanpa meninggalkan gejala sisa walaupun sangat jarang terjadi kalsifikasi pada kelenjar limfe paru dan kelenjar limfe trakeobronkial. Hampir 90 – 95% mereka yang mengalami infeksi awal akan memasuki fase laten dengan risiko terjadi reaktivasi seumur hidup mereka. Pemberian kemoterapi preventif yang sempurna dapat mengurangi risiko terjadinya TB klinis seumur hidup sebesar 95% dan kemoterapi preventif ini sangat efektif pada penderita HIV/AIDS. Hanya 5% dari orang normal dam 50% penderita HIV/AIDS yang terinfeksi TB akan berkembang menjadi TB paru klinis atau menjadi TB ekstrapulmoner. Akibat serius infeksi TB awal lebih sering terjadi pada bayi, dewasa muda dan pada orang dengan kelainan imunitas. TB ekstrapulmoner lebih jarang terjadi dibandingkan dengan TB paru. Anak-anak dan orang-orang dengan imunodefisiensi seperti halnya pada penderita HIV/AIDS lebih mudah mendapatkan TB ekstrapulmoner, namun TB paru tetap merupakan bentuk klinis yang menonjol dari infeksi TB di seluruh dunia. Infeksi TB dapat juga menyerang organ-organ lain dalam tubuh manusia seperti kelenjar limfe, pleura, perikardium, ginjal, tulang dan sendi, laring, telinga bagian tengah, kulit, usus, peritonium dan mata. TB Paru progresif muncul dari reinfeksi eksogen atau muncul dari reaktivasi endogen dari fokus laten infeksi primer. Penderita TB progresif jika tidak diobati dengan benar akan meninggal dalam waktu lima tahun, rata-rata dalam waktu 18 bulan. Status klinis ditentukan dengan ditemukannya basil TB dalam sputum atau dari gambaran foto thorax. Gambaran densitas abnormal pada foto thorax sebagai tanda adanya infiltrat pada paru, kavitasi dan fibrosis. Gambaran ini bisa muncul sebelum timbul gejala klinis: lesu, demam, berkeringat dimalam hari, berat badan turun, dapat muncul lebih awal. Sedangkan gejala lokal seperti batuk, sakit dada, suara serak dan batuk darah menonjol pada stadium lanjut dari penyakit. Orang dengan imunokompeten jika terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis, M. africanum atau M. bovis akan memberikan hasil tes tuberkulosis dengan reaksi intermedier. Tes tuberkulosis menggunakan 5 IU International Standard of Purified Protein Deriva Standard (PPD-S). Reaksi dikatakan positif jika muncul indurasi dengan ukuran 5, 10 atau 15 mm tergantung pada tingkat pemajanan penyakit. Sekitar 10 – 20% penderita TB aktif tidak memberikan reaksi positif terhadap PPD. Dengan demikian, tes tuberkulin yang hasilnya negatif tidak berarti bahwa seseorang tidak menderita TB aktif. Hasil tes tuberulin dengan indurasi lebih dari 5 mm dianggap positif untuk anggota rumah tangga atau mereka yang kontak dengan penderita TB aktif. Sedangkan orang dengan gambaran foto thorax yang abnormal menandakan penderita TB lama yang sudah sembuh atau mereka yang terinfeksi oleh HIV/AIDS, sedangkan tes tuberkulin dengan diameter 10mm dianggap positif untuk orang-orang dengan faktor risiko (diabetes mellitus, pecandu obat dan alkohol), orang-orang yang tinggal didaerah prevalensi TB tinggi, 544 orang-orang yang tinggal di daerah dengan status sosial ekonomi rendah, penghuni dan staf suatu institusi seperti penjara dan rumah tahanan serta untuk anak-anak usia dibawah 4 tahun. Sedangkan hasil tes tuberkulin dengan diameter 15 mm atau lebih dianggap positif pada oang dewasa dan anak-anak usia diatas 4 tahun yang tinggal didaerah dengan prevalensi TB rendah. Tes tuberkulin terhadap penderita energi tidak dianjurkan walaupun untuk penderita dengan risiko tinggi seperti penderita dengan infeksi HIV. Tes tuberkulin untuk semua akan tidak lagi dilakukan di AS. Tes tuberkulin dilakukan segera terhadap anak-anak yang diduga menderita TB aktif, terhadap mereka yang berkunjung kedaerah endemis dan kontak penderita, terhadap migran dari daerah endemis. Terhadap penderita penyakit kronis yang tidak bisa sembuh dan terhadap penderita HIV/AIDS dilakukan tes tekulin setiap tahun. Terhadap anak-anak yang terpajan dengan orang dengan risiko tinggi, tes tuberkulin dilakukan setiap 2 – 3 tahun. Tes tuberkulin untuk anak usia 4 – 6 tahun dan usia 11 – 12 tahun dilakukan bila orang tua mereka adalah imigran dari daerah endemis atau jika anak-anak tersebut tinggal didaerah risiko tinggi. Kadang kala pada penderita TB terjadi hipersensitivitas tertunda terhadap tes tuberkulin yang akan menghilang dengan berjalannya waktu. Pada orang ini jika dilakukan tes tuberkulin, akan memberikan hasil yang negatif. Namun dapat juga terjadi tes tuberkulin pertama yang dilakukan akan merangsang tubuh untuk memberikan reaksi positif pada tes tuberkulin berikutnya. Reaksi “boosted” ini sering disalah artikan sebagai infeksi baru. “Boosting” juga terjadi pada orang yang mendapatkan vaksinasi BCG. Untuk membedakan reaksi “boosted” ini dengan infeksi baru dilakukan tes tuberkulin dua tahap. Apabila tes pertama dinyatakan negatif maka dilakukan tes tuberkulin yang kedua 1 – 3 minggu kemudian. Hasil positif pada tes kedua kemungkinan karena reaksi “boosted”. Berdasarkan hasil tes kedua, orang ini dianggap sebelumnya telah terinfeksi dan harus ditangani sebagaimana mestinya dan tidak dianggap sebagai konversi hasil tes tuberkulin. Jika tes kedua hasilnya juga negatif maka orang ini dianggap belum pernah terinfeksi. Tes dua tahap dilakukan terhadap orang dewasa yang akan mendapat tes tuberkulin berkala, seperti halnya pada petugas kesehatan. Tes dua tahap ini dilakukan pada saat tes tuberkulin awal. Diagnosa presumptive penderita TB aktif dibuat jika ditemukan BTA positif dari sediaan sputum atau sediaan yang diambil dari cairan tubuh lainnya. Ditemukannya BTA positif indikasi untuk segera melakukan pengobatan dengan OAT. Diagnosa pasti ditegakkan jika ditemukan Mycobacterium tuberculosis, melalui kultur. Cara ini juga dapat dilakukan untuk uji sensitivitas organisme terhadap obat. Jika fasilitas laboratorium mikrobiologi tidak memadai maka diagnosa dapat dibuat berdasarkan gejala klinis yang ada dengan pemeriksaan histologis atau radiologis terhadap mereka yang memberikan hasil tes tuberkulin positif.

 

Sepintas tentang Epidemiologi Tuberkulosis

Penyebab Penyakit

Penyebab infeksi adalah kompleks M. tuberculosis. Kompleks ini termasuk M. tuberculosis dan M. africanum terutama berasal dari manusia dan M. bovis yang berasal dari sapi. Mycobacteria lain biasanya menimbulkan gejala klinis yang sulit dibedakan dengan tuberkulosis. Etiologi penyakit dapat di identifikasi dengan kultur. Analisis genetic sequence dengan menggunakan teknik PCR sangat membantu identifikasi non kultur.

Distribusi Penyakit

Tersebar diseluruh dunia. Pada awalnya di Negara industri penyakit tuberkulosis menunjukkan kecenderungan yang menurun baik mortalitas maupun morbiditasnya selama beberapa tahun, namun diakhir tahun 1980 an jumlah kasus yang dilaporkan mencapai grafik mendatar (plateau) dan kemudian meningkat di daerah dengan populasi yang prevalensi HIV–nya tinggi dan di daerah yang dihuni oleh penduduk yang datang dari daerah dengan prevalensi TB tinggi. Mortalitas dan morbiditas meningkat sesuai dengan umur, pada orang dewasa lebih tinggi pada laki-laki. Morbiditas TBC lebih tinggi diantara penduduk miskin dan daerah perkotaan jika dibandingkan dengan pedesaan. Di AS insidensi TBC menurun sejak tahun 1994, penderita yang dilaporkan adalah 9,4/100.000 (lebih dari 24.000 kasus). Daerah dengan insidens rendah termasuk di berbagai wilayah di AS, kebanyakan kasus TBC berasal dari reaktivasi dari fokus laten yang berasal dari infeksi primer. Di sebagian daerah urban yang luas 1/3 kasus berasal dari infeksi baru. Walaupun TBC menempati rangking terendah diantara penyakit menular berdasarkan lama waktu pajanan. Namun pajanan dalam jangka waktu lama dalam lingkungan keluarga menyebabkan risiko terinfeksi sebesar 30%. Jika infeksi terjadi pada anak maka risiko menjadi sakit selama hidupnya sekitar 10%. Bila terjadi koinfeksi dengan HIV risiko pertahun menjadi 2-7% dan risiko kumulatif sebesar 60-80%. KLB dilaporkan terjadi pada kelompok orang yang tinggal pada ruangan yang tertutup seperti dipanti asuhan, penampungan tunawisma, rumah sakit, sekolah, penjara dan gedung perkantoran. Sejak tahun 1989 sampai dengan awal tahun 1990 telah dilaporkan terjadi KLB – MDR yang cukup ekstensif terutama terhadap rifampisin dan INH ditempat dimana banyak penderita HIV yang dirawat. KLB ini menimbulkan angka mortalitas tinggi dan terjadi penularan kepada petugas kesehatan. Dengan penerapan dan pelaksanaan yang ketat pedoman pemberantasan telah berhasil menanggulangi KLB ini. Prevalensi infeksi TB yang ditemukan dengan tes tuberkulin meningkat sesuai dengan umur. Insidensi infeksi di negara berkembang menurun secara bermakna dalam beberapa dekade ini. Angka infeksi pertahun di AS rata-rata kurang dari 10/100.000 penduduk walaupun di beberapa daerah di AS angka kejadian infeksi baru pertahun lebih tinggi. Di daerah dimana terjadi infeksi dengan mycobacterium lain selain tuberkulosis menyebabkan reaksi silang yang menyulitkan interpretasi hasil tes tuberkulin. Infeksi M. bovis pada manusia jarang terjadi di AS tetapi masih menjadi masalah dibeberapa daerah seperti didaerah perbatasan Meksiko dimana penyakit ini pada ternak tidak ditangani dengan baik dan masyarakat masih mengkonsumsi susu mentah.

Reservoir

Umumnya manusia berperan sebagai reservoir, jarang sekali primata, dibeberapa daerah terjadi infeksi yang menyerang ternak seperti sapi, babi dan mamalia lain.

 

Penting nih, Mekanisme Penularannya!

Cara Penyebaran

Penularan terjadi melalui udara yang mengandung basil TB dalam percikan ludah yang dikeluarkan oleh penderita TB paru atau TB laring pada waktu mereka batuk, bersin atau pada waktu bernyanyi. Petugas kesehatan dapat tertulari pada waktu mereka melakukan otopsi, bronkoskopi atau pada waktu mereka melakukan intubasi. TB laring sangat menular. 546 Kontak jangka panjang dengan penderita TB menyebabkan risiko tertulari, infeksi melalui selaput lendir atau kulit yang lecet bisa terjadi namun sangat jarang. TB bovinum penularannya dapat tejadi jika orang terpajan dengan sapi yang menderita TB, bisanya karena minum susu yang tidak dipasteurisasi atau karena mengkonsumsi produk susu yang tidak diolah dengan sempurna. Penularan lewat udara juga terjadi kepada petani dan perternak TB ekstra pulmoner (selain TB laring) biasanya tidak menular, kecuali dari sinus keluar discharge.

Masa inkubasi

Mulai saat masuknya bibit penyakit sampai timbul gejala adanya lesi primer atau reaksi tes tubrkulosis positif kira-kira memakan waktu 2 – 10 minggu. Risiko menjadi TB paru dan TB ekstrapulmoner progresif setelah infeksi primer biasanya terjadi pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten dapat berlangsung seumur hidup. Infeksi HIV meningkatkan risiko terhadap infeksi TB dan memperpendek masa inkubasi.

Masa Penularan

Secara teoritis seorang penderita tetap menular sepanjang ditemukan basil TB didalam sputum mereka. Penderita yang tidak diobati atau yang diobati tidak sempurna dahaknya akan tetap mengandung basil TB selama bertahun tahun. Tingkat penularan sangat tergantung pada hal-hal sebagai berikut : – Jumlah basil TB yang dikeluarkan – Virulensi dari basil TB – Terpajannya basil TB dengan sinar ultra violet – Terjadinya aerosolisasi pada saat batuk, bersin, bicara atau pada saat bernyanyi. – Tindakan medis dengan risiko tinggi seperti pada waktu otopsi, intubasi atau pada waktu melakukan bronkoskopi. Pemberian OAT yang efektif mencegah terjadinya penularan dalam beberapa minggu paling tidak dalam lingkungan rumah tangga. Anak-anak dengan TB primer biasanya tidak menular.

Kerentanan dan Kekebalan

Risiko terinfeksi dengan basil TB berhubungan langsung dengan tingkat pajanan dan tidak ada hubungan dengan faktor keturunan atau faktor lainnya pada pejamu. Periode yang paling kritis timbulnya gejala klinis adalah 6–12 bulan setelah infeksi. Risiko untuk menjadi sakit paling tinggi pada usia dibawah 3 tahun dan paling rendah pada usia akhir masa kanak-kanak dan risiko meningkat lagi pada usia adolesen dan dewasa muda, usia tua dan pada penderita dengan kelainan sistem imunitas. Reaktivasi dari infeksi laten yang berlangsung lama sebagian besar terjadi pada penderita TB usia lebih tua. Untuk mereka yang terinfeksi oleh basil TB kemungkinan berkembang menjadi TB klinis meningkat pada penderita HIV/AIDS, mereka dengan kelainan sistem imunitas, mereka dengan berat badan rendah dan kekurangan gizi, penderita dengan penyakit kronis seperti gagal ginjal kronis, penderita kanker, silikosis, diabetes, postgastrektomi, pemakai NAPZA. Orang dewasa dengan TB laten yang juga disertai dengan infeksi HIV kemungkinan untuk menderita TB klinis selama hidupnya berkisar antara 10% sampai dengan 60–80%. Interaksi kedua penyakit ini mengakibatkan terjadinya pandemi paralel dari penyakit TB: misalnya dinegara negara Sub Sahara di Afrika 10–15% orang dewasa menderita infeksi HIV dan TB. Angka kesakitan TB meningkat 5–10 kali lipat pada akhir pertengahan tahun 1990-an.

 

Nah, setelah tahu cara penularannya, lantas bagaimana langkah-langkah control disease-nya?

Cara-cara pencegahan

  1. Temukan semua penderita TB dan berikan segera pengobatan yang tepat. Sediakan fasilitas untuk penemuan dan pengobatan penderita.
  2. Sediakan fasilitas medis yang memadai seperti laboratorium dan alat rontgen agar dapat melakukan diagnosa dini terhadap penderita, kontak dan tersangka. Sediakan juga fasilitas pengobatan terhadap penderita dan mereka dengan risiko tinggi terinfeksi; sediakan fasilitas tempat tidur untuk mereka yang perlu mendapatkan perawatan. Di daerah dengan indensi penyakit yang tinggi pemeriksaan spuntum baik langsung secara mikroskopis maupun dengan kultur jika memungkinkan segera dilakukan terhadap penderita yang datang memeriksakan diri di fasilitas kesehatan karena adanya keluhan sakit didada. Biasanya hasil pemeriksaannya mempunyai nilai diagnosis yang tinggi.
  3. Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang car-cara penularan dan cara-cara pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini.
  4. Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang mempertinggi risiko terjadinya infeksi misalnya kepadatan hunian.
  5. Program pemberantasan TB harus ada di seluruh fasilitas kesehatan dan difasilitas dimana penderita HIV/penderita imunosupresi lainnya ditangani (seperti di Rumah Sakit, tempat rehabilitasi, pemakai Napza, panti asuhan anak terlantar).
  6. Pemberian INH sebagai pengobatan preventif memberikan hasil yang cukup efektif untuk mencegah progresivitas infeksi TB laten menjadi TB klinis. Berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap orang dewasa yang menderita infeksi HIV terbukti bahwa pemberian rejimen alternatif seperti pemberian rifampin dan pyrazinamide jangka pendek ternyata cukup efektif. Pemberian terapi preventif merupakan prosedur rutin yang harus dilakukan terhadap penderita HIV/AIDS usia dibawah 35 tahun. Apabila mau melakukan terapi preventif, pertama kali harus diketahui terlebih dahulu bahwa yang bersangkutan tidak menderita TB aktif, terutama pada orang-orang dengan imunokompromais seperti pada penderita HIV/AIDS. Oleh karena ada risiko terjadinya hepatitis dengan bertambahnya usia pada pemberian isoniasid, maka isoniasid tidak diberikan secara rutin pada penderita TB usia diatas 35 tahun kecuali ada hal-hal sebagai berikut: infeksi baru terjadi (dibuktikan dengan baru terjadinya konversi tes tuberkulin); adanya penularan dalam lingkungan rumah tangga atau dalam satu institusi; abnormalitas foto thorax konsisten dengan proses penyembuhan Tb lama, diabetes, silikosis, pengobatan jangka panjang dengan kortikosteroid atau pengobatan lain yang menekan kekebalan tubuh, menderita penyakit yang menekan sistem kekebalan tubuh seperti HIV/AIDS. Mereka yang akan diberi pengobatan preventif harus diberitahu kemungkinan terjadi reaksi samping yang berat seperti terjadinya hepatitis, demam dan ruam yang luas, jika hal ini terjadi dianjurkan untuk menghentikan pengobatan dan hubungi dokter yang merawat. Sebagian besar fasilitas kesehatan yang akan memberikan pengobatan TB akan melakukan tes fungsi hati terlebih dahulu terhadap semua penderita; terutama terhadap yang berusia 35 tahun atau lebih dan terhadap pecandu alkohol sebelum memulai pengobatan. 548 Prosedur DOPT (Directly Observed, Supervised Preventive Therapy), hendaknya diterapkan bila memungkinkan, misalnya ditempat tempat fasilitas perawatan/rehabilitasi pemakai Napza, sekolah dsb. Obat yang disediakan tidak boleh lebih dari untuk pemakaian satu bulan. Setiap bulan penderita diingatkan akan kemungkinan terjadiya efek samping. Pemerikasaan laboratorium untuk memantau apakah terjadi hepatitis tidak dilakukan secara rutin terkecuali timbul gejala-gejala hepatitis. Pengobatan preventif dengan isoniasid tidak boleh diberikan pada penderita yang alergi terhadap obat ini atau pada penderita dengan riwayat hepatitis atau penyakit hati akut lainnya. Pada saat hamil pengobatan preventif ditunda pemberiannya sampai saat melahirkan, terkecuali pada penderita dengan risiko tinggi. Jika karena pertimbangan tertentu pengobatan preventif harus diberikan kepada ibu hamil maka harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Isoniasid harus diberikan dengan hati-hati kepada pecandu alkohol dan kepada penderita penyakit hati kronis. Penderita hepatitis C mempunyai risiko tinggi keracunan isoniasid. Kebijakan untuk pemberian pengobatan preventif secara massal sangatlah tidak realistis, kecuali ada sistem supervisi yang terorganisir secara rapi untuk mengawasi bahwa pengobatan dilakukan dengan benar. Dan didaerah tersebut dijamin juga bahwa program pengobatan terhadap penderita TB aktif menjamin angka kesembuhan yang tinggi. Semua penderita infeksi HIV dan mereka yang tes tuberkulinnya positif dan tidak menderita TB aktif harus diberikan pengobatan preventif.
  7. Sediakan fasilitas perawatan penderita dan fasilitas pelayanan diluar institusi untuk penderita yang mendapatkan pengobatan dengan sistem (DOPT/DOTS) dan sediakan juga fasilitas pemeriksaan dan pengobatan preventif untuk kontak.
  8. Terhadap mereka yang diketahui terkena infeksi HIV segara dilakukan tes Mantoux menggunakan PPD kekuatan sedang. Jika tes Mantouxnya positif (indurasi ± 5mm) maka segera diberikan pengobatan profilaktik, dengan catatan bahwa yang bersangkutan tidak menderita TB aktif. Sebaliknya terhadap semua penderita TB aktif harus dilakukan pemeriksaan dan dilakukan konseling jika fasilitas untuk itu tersedia.
  9. Di AS dimana imunisasi BCG tidak dilakukan secara rutin terhadap mereka yang mempunyai risiko tinggi tertulari TB dan HIV dilakukan tes tuberkulin secara selektif dengan tujuan untuk menemukan penderita. Mereka yang diangap mempunyai risiko tinggi ini seperti petugas kesehatan, bayi yang lahir dari daerah risiko tinggi, kelompok risiko tinggi terinfeksi HIV sepeti pada pemakai Napza Suntik. Pada kelompok masyarakat dimana TB masih ada, perlu dilakukan tes tuberkulin secara sistematis untuk mengetahui kecenderungan insidensi penyakit. Pemeriksaan radiologis diperlukan apabila ditemukan gejala klinis TB namun hasil pemeriksaan bakteriologisnya negatif. Imunisasi BCG dapat mengacaukan interpretasi tes tuberkulin yang dilakukan kemudian pada anak-anak dan oran dewasa. Namun reaksi akibat imunisasi BCG terhadap tes tuberkulin bekurang dengan perjalanan waktu, sehingga jika hasil tes tuberkulin positif kuat maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang bersangkutan menderita infeksi TB.
  10. Pemberian imunisasi BCG terhadap mereka yang tidak terinfeksi TB (tes tuberkulin negatif), lebih dari 90% akan memberikan hasil tes tuberkulin positif. 549 Proteksi yang diberikan karena pemberian imunisasi BGC berbeda satu sama lain dari berbagai penelitian, hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh karakteristik penduduk , kualitas vaksin, strain dari vaksin BCG yang membrikan perlindungan dampai 20 tahun di wilayah dengan insidens TB tinggi, sedangkan hasil penelitian lain menunjukkan BCG sama sekali tidak memberikan perlindungan (Desain penelitian yang dipakai adalah “Controlled trials”). Sedangkan pada penelitian dengan menggunakan desain “Case-Control” imunisasi BCG secara konsisten memberikan perlindungan terhadap terjadinya meningitis TB dan TB miliair pada anak usia dibawah 5 tahun. Oleh karena risiko penularan di AS sangat rendah maka imunisasi BCG secara rutin tidak dilakukan. Imunisasi BCG harus dipertimbangkan untuk diberikan kepada anak-anak dengan tes tuberkulin segatif yang karena sesuatu hal tidak boleh diberikan terapi preventif namun mereka secara terus menerus terpajan dengan sumber infeksi. Sumber infeksi ini bisa berupa penderita TB yang tidak mendapat pengobatan atau yang mendapat pengobatan tidak adekuat, penderita yang terinfeksi oleh organisme yang resisten terhadap isoniasid dan rifampin. Imunisasi BCG tidak boleh diberikan kepada mereka yang menderita penyakit-penyakit imunodefisiensi seperti penderita HIV/AIDS.
  11. Lakukan eliminasi terhadap ternak sapi yang menderita TB bovinum dengan cara menyembelih sapi-sapi yang tes tuberkulinnya positif. Susu dipasteurisasi sebelum dikonsumsi.
  12. Lakukan upaya pencegahan terjadinya silikosis pada pekerja pabrik dan tambang.

Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya

  1. Laporkan segera kepada instansi kesehatan setempat jika ditemukan penderita TB atau yang diduga menderita TB. Penyakit TB wajib dilaporkan di AS dan hampir di semua negara di dunia kelas 2A (lihat tentang pelaporan penyakit menular). Penderita TB perlu dilaporkan jika hasil pemeriksaan bakteriologis hasilnya positif atau tes tuberkulinnya positif atau didasarkan pada gambaran klinis dan foto rontgen. Departemen Kesehatan mempertahankan sistem pencatatan dan pelaporan yang ada bagi penderita yang membutuhkan pengobatan dan aktif dalam kegiatan perencanaan dan monitoring pengobatan.
  2. Isolasi: Untuk penderita TB paru untuk mencegah penularan dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan spesifik sesegera mungkin. Konversi sputum biasanya terjadi dalam 4 – 8 minggu. Pengobatan dan perawatan di Rumah Sakit hanya dilakukan terhadap penderita berat dan bagi penderita yang secara medis dan secara sosial tidak bisa dirawat di rumah. Penderita TB paru dewasa dengan BTA positif pada sputumnya harus ditempatkan dalam ruangan khusus dengan ventilasi bertekanan negatif. Penderita diberitahu agar menutup mulut dan hidung setiap saat batuk dan bersin. Orang yang memasuki ruang perawatan penderita hendaknya mengenakan pelindung pernafasan yang dapat menyaring partikel yang berukuran submikron. Isolasi tidak perlu dilakukan bagi penderita yang hasil pemeriksaan sputumnya negatif, bagi penderita yang tidak batuk dan bagi penderita yang mendapatkan pengobatan yang adekuat (didasarkan juga pada pemeriksaan sensitivitas/resistensi obat dan adanya respons yang baik terhadap pengobatan). 550 Penderita remaja harus diperlakukan seperti penderita dewasa. Penilaian terus menerus harus dilakukan terhadap rejimen pengobatan yang diberikan kepada penderita. Terapkan sistem DOPT apabila secara finansial dan logistik memungkinkan dan diterapkan pada penderita yang kemungkinan mengalami resistensi terhadap pengobatan, adanya riwayat compliance yang jelek, diberlakukan juga terhadap mereka yang hidup dalam lingkungan dimana kalau terjadi relaps dapat menularkan kepada banyak orang.
  3. Pencegahan infeksi: Cuci tangan dan praktek menjaga kebersihan rumah harus dipertahankan sebagai kegiatan rutin. Tidak ada tindakan pencegahan khusus untuk barang-barang (piring, sprei, pakaian dan lainnya). Dekontaminasi udara dengan cara ventilasi yang baik dan bisa ditambahkan dengan sinar UV.
  4. Penanganan kontak. Di AS terapi preventif selama 3 bulan bila skin tes negatif harus diulang lagi, imunisasi BCG diperlukan bila ada kontak dengan penderita.
  5. Investigasi kontak, sumber penularan dan sumber infeksi: Tes PPD direkomendasikan untuk seluruh anggota keluarga bila ada kontak. Bila hasil negatif harus diulang 2-3 bulan kemudian. Lakukan X-ray bila ada gejala yang positif. Terapi preventif bila ada reaksi positif dan memiliki risiko tinggi terjadi TBC aktif (terutama untuk anak usia 5 tahun atau lebih) dan mereka yang kontak dengan penderita HIV (+), diberikan minimal sampai skin tes negatif. Sayang sekali di negara berkembang penelusuran kontak didasarkan hanya pada pemeriksaan sputum pada orang yang memiliki gejala-gejala TBC.
  6. Terapi spesifik: Pengawasan Minum obat secara langsung terbukti sangat efektif dalam pengobatan TBC di AS dan telah direkomendasikan untuk diberlakukan di AS. Pengawasan minum obat ini di AS disebut dengan sistem DOPT, sedangkan Indonesia sebagai negara anggota WHO telah mengadopsi dan mengadaptasi sistem yang sama yang disebut DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). Penderita TBC hendaknya diberikan OAT kombinasi yang tepat dengan pemeriksaan sputum yang teratur. Untuk penderita yang belum resisten terhadap OAT diberikan regimen selama 6 bulan yang terdiri dari isoniazid (INH), Rifampin (RIF) dan pyrazinamide (PZA) selama 2 bulan kemudia diikuti dengan INH dan PZA selama 4 bulan. Pengobatan inisial dengan 4 macam obat termasuk etambutol (EMB) dan streptomisin diberikan jika infeksi TB terjadi didaerah dengan peningkatan prevalensi resistensi terhadap INH. Namun bila telah dilakukan tes sensititvitas maka harus diberikan obat yang sesuai. Jika tidak ada konversi sputum setelah 2-3 bulan pengobatan atau menjadi positif setelah beberapa kali negatif atau respons klinis terhadap pengobatan tidak baik, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kepatuhan minum obat dan tes resistensi. Kegagalan pengobatan umumnya karena tidak teraturnya minum obat dan tidak perlu merubah regimen pengobatan. Perubahan Supervisi dilakukan bila tidak ada perubahan respons klinis penderita. Minimal 2 macam obat dimana bekteri tidak resisten harus ada dalam regiemen pengobatan. Jangan sampai menambahkan satu jenis obat baru pada kasus yang gagal. Jika INH atau rifampisin tidak dapat dimasukkan kedalam regimen maka lamanya pengobatan minimal selama 18 bulan setelah biakan menjadi negatif. 551 Untuk penderita baru TBC paru dengan BTA (+) di negara berkembang, WHO merekomendasikan pemberian 4 macam obat setiap harinya selama 2 bulan yang teridiri atas RIF, INH, EMB, PZA diikuti dengan pemberian INH dan RIF 3 kali seminggu selama 4 bulan. Semua pengobatan harus diawasi secara langsung, jika pada pengobatan fase kedua tidak dapat dilakukan pengawasan langsung maka diberikan pengobatan substitusi dengan INH dan EMB selama 6 bulan. Walaupun pengobatan jangka pendek dengan 4 macam obat lebih mahal daripada pengobatan dengan jumlah obat yang lebih sedikit dengan jangka waktu pengobatan 12- 18 bulan namun pengobatan jangka pendek lebih efektif dengan komplians yang lebih baik. Penderita TBC pada anak-anak diobati dengan regimen yang sama dengan dewasa dengan sedikit modifikasi. Kasus resistensi pada anak umumnya karena tertular dari penderita dewasa yang sudah resisten terlebih dahulu.Anak dengan limfadenopati hilus hanya diberikan INH dan RIF selama 6 bulan. Pengobatan anak-anak dengan TBC milier, meningitis, TBC tulang/sendi minimal selama 9-12 bulan, beberapa ahli menganjurkan pengobatan cukup selama 9 bulan. Etambutol tidak direkomendasikan untuk diberikan pada anak sampai anak cukup besar sehingga dapat dilakukan pemeriksaan buta warna (biasanya usia > 5 tahun). Penderita TBC pada anak dengan keadaan yang mengancam jiwa harus diberikan pengobatan inisial dengan regimen dengan 4 macam obat. Streptomisin tidak boleh diberikan selama hamil. Semua obat kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi efek samping yang berat. Operasi toraks kadang diperlukan biasanya pada kasus MDR.

Tindakan penanggulangan wabah

Tingkatkan kewasapadaan dini untuk menemukan dan mengobati penderita TBC baru yang tertulari oleh penderita yang tidak jelas. Lakukan penyelidikan intensif untuk menemukan dan mengobatai sumber penularan.

Tindakan Internasional

Tindakan yang dianjurkan bagi imigran yang datang dari negara-negara dengan prevalensi TBC tinggi adalah melakukan skrining dengan foto thorax, tes PPD, pemeriksaan BTA dan kultur terhadap orang dengan tes PPD positif yang disertai gejala klinis. Manfaatkan pusat-pusat kerjasama WHO.

 

Sumber:

Kandun, I Nyoman. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular

Food and Water Borne Disease “Demam Tifoid”

Standard

Apa sih Food and Water Borne Disease itu?

Dalam bahasa Indonesia, food and water borne disease berarti penyakit yang menular lewat makanan dan minuman. Prevalensinya merupakan urutan kedua setelah air borne disease, disebabkan karena penularannya yang mudah, yaitu melalui materi yang dibutuhkan orang setiap hari. Sumber penularan umumnya kotoran penderita, dan masuk ke saluran pencernaan melalui mulut, sehingga disebut juga fecal-oral transmission route. Penularan food and water borne disease ini sangat dipengaruhi oleh sanitasi dan kebersihan. Beberapa penyakit juga bersumber dari hewan.

Demam Tifoid, bagaimanakah identifikasinya?

Dalam bahasa keseharian, kita lebih mengenal penyakit ini dengan nama penyakit tipes. Demam tifoid atau versi inggrisnya Typhoid Fever (Demam enterik, Tifus Abdominalis) adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri ditandai dengan demam insidius yang berlangsung lama, sakit kepala yang berat, badan lemah, anoreksia, bradikardi relatif, splenomegali, pada penderita kulit putih 25% diantaranya menunjukkan adanya “rose spot” pada tubuhnya, batuk tidak produktif pada awal penyakit, pada penderita dewasa lebih banyak terjadi konstipasi dibandingkan dengan diare. Gejala lebih sering berupa gejala yang ringan dan tidak khas. Pada demam tifoid dapat terjadi ulserasi pada plaques peyeri pada ileum yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan atau perforasi (sekitar 1% dari kasus), hal ini sering terjadi pada penderita yang terlambat diobati. 557 Dapat juga timbul demam tanpa disertai keringat, gangguan berfikir, pendengaran berkurang dan parotitis. CFR pada waktu belum ditemukannya antibiotika bisa mencapai 10 – 20%, saat ini CFR kurang dari 1% jika segera diberikan pengobatan dengan antibiotika yang tepat. Tergantung pada jenis antibiotika yang dipakai, penderita yang telah sembuh dapat mengalami relaps (kira-kira 15 – 20%), biasanya penyakit lebih ringan dibandingkan dengan penyakit yang dialami pertama kali. Nomenklatur baru berdasarkan hubungan DNA diusulkan untuk pemberian nama pada salmonella sesuai dengan nomenklatur baru tersebut hanya ada dua species salmonella yaitu – Salmonella bongori dan Salmonella enterica. Semua bakteri yang patogen terhadap manusia dikelompokkan kedalam serovarian dibawah sub species I dan S. enterica. Dengan nomenklatur baru yang diusulkan tersebut maka S. typhi akan berubah menjadi S. enterica serovarian Typhi dan disingkat dengan S. Typhi (penulisannya tidak dengan huruf italik dan ditulis dengan huruf besar). Beberapa badan resmi telah menggunakan nomenklatur yang diusulkan tersebut walapun sampai dengan pertengahan tahun 1999 nomenklatur baru tersebut belum disahkan pemakaiannya. Pada bab ini telah digunakan nomenklatur baru tersebut. Demam paratifoid memberikan gambaran klinis yang sama dengan demam tifoid, namun cenderung lebih ringan dengan CFR yang jauh lebih rendah. Ratio Distribusi Penyakit yang disebabkan oleh Salomnella enterica serovarian Typhi (S. Typhi) dibandingkan dengan S. enterica serovarian Paratyphi A dan B (S. Paratyphi A, S. Paratyphi B) kira-kira 10 : 1. Relaps dapat terjadi pada 3 – 4% dari kasus. Jika infeksi Salmonella tidak terjadi secara sistemik maka manifestasinya hanya berupa gastro enteritis. Organisme penyebab penyakit dapat diisolasi dari darah pada permulaan penyakit, sedangkan pada urine dan tinja organisme baru dapat ditemukan seminggu setelah sakit. Konfirmasi bakteriologis melalui pemeriksaan kultur sampel sumsum tulang adalah yang terbaik walaupun pada penderita yang telah mendapatkan pengobatan antibiotika (kultur sampel sumsum tulang ini dengan “recovery” mencapai 90 – 95%). Tes serologis seperti tes widal nilai diagnostiknya rendah karena sensitivitas dan spesifisitasnya rendah.

 

Sepintas tentang Epidemiologi Demam Tifoid

Penyebab Penyakit

Demam tifoid disebabkan oleh S. Typhi, basil Tifoid. Untuk tujuan studi epidemiologis maka prosedur pemeriksaan laboratorium “phage typing” dan “pulsed field gel electrophoresis” dari S. Typhi mempunyai nilai yang tinggi untuk melakukan identifikasi terhadap isolat. Untuk demam paratifoid dikenal ada 3 serovarians S. enterica yaitu : S. Paratyphi A, S. Paratyphi B, S. Paratyphi C. Dikenal beberapa macam “phage types”.

Distribusi Penyakit

Penyakit ini tersebar merata diseluruh dunia. Insidensi penyakit demam tifoid diseluruh dunia mencapai 17 juta setahun dengan jumlah kematian sebanyak 600.000 orang. Di Amerika Serikat demam tifoid muncul sporadis dan relatif konstan berkisar antara 500 kasus setahun selama bertahun-tahun (bandingkan dengan demam tifoid yang dilaporkan sebanyak 2484 pada tahun 1950).Dengan memasyarakatnya perilaku hidup bersih dan sehat, memasyarakatnya pemakaian jamban yang saniter maka telah terjadi penurunan kasus demam Tifoid, dan yang terjadi di Amerika Serikat adalah kasus import dari daerah endemis. Sekarang sering ditemukan strain yang resisten terhadap kloramfenikol dan terhadap antibiotika lain yang umum digunakan untuk demam tifoid. 558 Kebanyakan isolat yang dikumpulkan pada tahun 90an dari Asia Tenggara, Asia Selatan, Timur Tengah dan Afrika Timur Laut adalah strain yang membawa plasmid dengan faktor R yang membawa kode resistens terhadap berbagai jenis antibiotika yang dulu umum dipakai untuk mengobati demam tifoid seperti kloramfenikol, amoksisilin, trimetroprim/sulfametoksasol. Demam paratifoid muncul secara sporadis atau muncul sebagai KLB terbatas, mungkin juga kejadiannya lebih banyak daripada yang dilaporkan. DI AS dan Kanada demam paratifoid jarang teridentifikasi. Dari ketiga jenis demam paratifoid, paratifoid B adalah yang paling sering ditemukan, paratifoid A lebih jarang dan yang paling jarang adalah paratifoid C.

Reservoir

Manusia merupakan reservoir bagi tifoid maupun paratifoid; walapun jarang binatang peliharaan dapat berperan sebagai reservoir bagi paratifoid. Kontak dalam lingkungan keluarga dapat berupa carrier yang permanen atau carrier sementara. Status carrier dapat terjadi setelah serangan akut atau pada penderita subklinis. Sedangkan carrier kronis sering terjadi pada mereka yang kena infeksi pada usia pertengahan terutama pada wanita; carrier biasanya mempunyai kelainan pada saluran empedu termasuk adanya batu empedu. Status carrier kronis pada saluran kemih terjadi pada penderita schitosomiasis. Pernah terjadi KLB demam paratifoid di Inggris, sapi perah yang mengeluarkan mikroorganisme Paratyphi B didalam susu dan kotoran mereka diketahui sebagai penyebab terjadinya KLB.

 

Penting nih, Mekanisme Penularannya!

Cara-cara Penularan

Penularan terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh tinja dan urin dari penderita atau carrier. Dibeberapa negara penularan terjadi karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang berasal dari air yang tercemar, buah-buahan, sayur-sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia, susu dan produk susu yang terkontaminasi oleh carrier atau penderita yang tidak teridentifikasi. Lalat dapat juga berperan sebagai perantara penularan memindahkan mikroorganisme dari tinja ke makanan. Di dalam makanan mikroorganisme berkembang biak memperbanyak diri mencapai dosis infektif, dimana dosisnya lebih rendah pada tifoid dibandingkan dengan paratifoid.

Masa Inkubasi

Masa inkubasi tergantung pada besarnya jumlah bekteri yang menginfeksi; masa inkubasi berlangsung dari 3 hari sampai dengan 1 bulan dengan rata-rata antara 8 – 14 hri. Untuk gastroenteris yang disebabkan oleh paratifoid masa inkubasi berkisar antara 1 – 10 hari.

Masa Penularan

Selama basil ditemukan didalam tinja selama itu dapat terjadi penularan, biasanya terjadi penularan pada minggu pertama sakit dan selama periode konvalesens; waktu ini dapat bervariasi (untuk paratifoid biasanya masa penularan berlangsung antara 1 – 2 minggu) sekitar 10% dari penderita demam tifoid yang tidak diobati selama tiga bulan akan terus menerus mengeluarkan basil setelah munculnya gejala awal dan 2 – 5% penderita akan menjadi carrier kronis; sebagian kecil penderita yang terinfeksi oleh paratifoid dapat menjadi carrier permanen pada kandung empedu.

Kerentanan dan Kekebalan

Setiap orang rentan terhadap infeksi, kerentanan ini meningkat pada orang yang menderita akhlorhidria atau pada orang yang menderita infeksi HIV. Imunitas spesifik relatif dapat timbul setelah seseorang mengalami infeksi baik yang menunjukkan gejala klinis maupun pada mereka yang tapa gejala. Imunitas dapat juga muncul setelah pemberian imunisasi. Didaerah endemis demam tifoid sering ditemukan pada anak prasekolah dan anak-anak berusia 5 – 19 tahun.

 

Nah, setelah tahu cara penularannya, lantas bagaimana langkah-langkah control disease-nya?

Cara-cara Pencegahan

  1. Berikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya mencuci tangan setelah buang air besar dan sebelum memegang makanan dan minuman, sediakan fasilitas untuk mencuci tangan secukupnya. Hal ini terutama penting bagi mereka yang pekerjaannya sebagai penjamah makanan dan bagi mereka yang pekerjaannya merawat penderita dan mengasuh anak-anak.
  2. Buanglah kotoran pada jamban yang saniter dan yang tidak terjangkau oleh lalat. Pemakaian kertas toilet yang cukup untuk mencegah kontaminasi jari. Ditempat yang tidak ada jamban, tinja ditanam jauh dari sumber air dihilir.
  3. Lindungi sumber air masyarakat dari kemungkinan terkontaminasi. Lakukan pemurnian dan pemberian klorin terhadap air yang akan didistribusikan kepada masyarakat. Sediakan air yang aman bagi perorangan dan rumah tangga. Hindari kemungkinan terjadinya pencemaran (backflow) antara sistem pembuangan kotoran (sewer system) dengan sistem distribusi air. Jika bepergian untuk tujuan pikinik atau berkemah air yang akan diminum sebaiknya direbus atau diberi bahan kimia.
  4. Berantas lalat dengan menghilangkan tempat berkembang biak mereka dengan sistem pengumpulan dan pembuangan sampah yang baik. Lalat dapat juga diberantas dengan menggunakn insektisida, perangkap lalat dengan menggunakan umpan, pemasangan kasa. Jamban konstruksinya dibuat sedemikian rupa agar tidak dapat dimasuki lalat.
  5. Terapkan standar kebersihan pada waktu menyiapkan dan menangani makanan; simpan makanan dalam lemari es pada suhu yang tepat. Perhatian khusus harus diberikan pada salad dan makanan lain yang dihidangkan dalam keadaan dingin. Standar kebersihan ini berlaku untuk makanan yang disiapkan dirumah tangga maupun yang akan disajikan untuk umum. Jika kita kurang yakin akan standar kebersihan ditempat kita makan, pilihlah makanan yang panas dan buah-buahan sebaiknya dikupas sendiri.
  6. Lakukan pasteurisasi terhadap susu dan produk susu. Lakukan pengawasan yang ketat terhadap sanitasi dan aspek kesehatan lainnya terhadap produksi, penyimpanan dan distribusi produk susu.
  7. Terapkan peraturan yang ketat tentang prosedur jaga mutu terhadap industri yang memproduksi makanan dan minuman. Gunakan air yang sudah diklorinasi untuk proses pendinginan pada waktu dilakukan pengalengan makanan.
  8. Batasi pengumpulan dan penjualan kerang-kerangan dari sumber yang jelas yang tidak tercemar. Rebuslah kerang sebelum dihidangkan.
  9. Beri penjelasan yang cukup kepada penderita, penderita yang sudah sembuh dan kepada carrier tentang cara-cara menjaga kebersihan perorangan. Budayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan.
  10. Promosikan pemberian air susu ibu kepada bayi yang sedang menyusui. Rebuslah susu dan air yang akan dipakai untuk makanan bayi.Carrier dilarang untuk menangani/menjamah makanan dan dilarang merawat penderita. Lakukan identifikasi terhadap carrier dan lakukan pengawasan terhadap mereka. Pembuatan kultur dari sampel limbah dapat membantu untuk menentukan lokasi carrier. Carrier kronis harus diawasi dengan ketat dan dilarang melakukan pekerjaan yang dapat menularkan penyakit kepada orang lain. Yang bersangkutan dapat dibebaskan dari larangan ini apabila sudah memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu tiga kali berturut-turut sampel tinja yang diperiksa menunjukkan hasil negatif, khusus untuk daerah endemis schistosomiasis sampel yang diambil adalah sampel urin. Sampel diambil dengan interval satu bulan dan 48 jam setelah pemberian antibiotika terakhir. Sampel yang baik adalah tinja segar. Dan dari tiga sampel yang berturut-turut diambil dengan hasil negatif minimal satu sampel harus diambil dengan cara melakukan lavemen/klisma. Penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini menemukan bahwa penggunaan derivat quinolone yang baru yang diberikan secara oral memberikan hasil yang baik untuk mengobati carrier walaupun ada kelainan empedu; untuk mengetahui apakah telah terjadi penyembuhan perlu dilakukan pemeriksaan kultur.
  11. Untuk demam tifoid pemberian imunisasi tidak dianjurkan di AS. Saat ini imunisasi hanya diberikan kepada mereka dengan risiko tinggi seperti petugas laboratorium mikrobiologis, mereka yang bepergian kedaerah endemis, mereka yang tinggal didaerah endemis, anggota keluarga dengan carrier. Vaksin yang tersedia adalah vaksin oral hidup yang mengandung S. Typhi strain Ty21a (diperlukan 3 – 4 dosis dengan interval 2 hari), dan vaksin parenteral yang beredar adalah vaksin dosis tunggal yang berisi Vi antigen polisakarida. Vaksin oral yang berisi Ty21a jangan diberikan kepada penderita yang sedang mendapatkan pengobatan antibiotika atau pengobatan anti malaria, mefloquine. Oleh karena sering menimbulkan efek samping yang berat maka vaksin “whole cell” yang diinaktivasi dianjurkan untuk tidak digunakan. Vaksin dosis tunggal yang mengandung Vi antigen polisakarida adalah vaksin pilihan, karena kurang reaktogenik. Dosis booster perlu diberikan kepada mereka yang secara terus menerus mempunyai risiko tertular. Booster diberikan dengan interval antara 2 – 5 thun tergantung jenis vaksinnya. Demam paratifoid: ujicoba dilapangan dengan menggunakan vaksin oral tifoid (Ty21a) memberikan perlindungan parsial terhadap paratifoid, namun perlindungan yang diberikan tidak sebaik terhadap tifoid.

Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya

  1. Laporan kepada institusi kesehatan setempat; Tifoid wajib dilaporkan disebagian besar negara bagian dan negara didunia, kelas 2A (Lihat tentang pelaporan penyakit menular).
  2. Isolasi: Pada waktu sakit, lakukan kewaspadaan enterik; sebaiknya perawatan dilakukan dirumah sakit pada fase akut. Supervisi terhadap penderita dihentikan apabila sampel yang diambil 3 kali berturut-turut dengan interval 24 jam dan 48 jam setelah pemberian antibiotika terakhir memberikan hasil negatif. Pengambilan sampel tidak boleh kurang dari satu bulan setelah onset. Sampel yang diambil adalah tinja dan urin untuk penderita di daerah endemis schistosomiasis. Jika salah satu sampel memberi hasil positif maka ulangi pembuatan kultur dengan interval satu bulan selama 12 bulan setelah onset, sampai 3 kali beturu-turut sampel yang diambil hasilnya negatif.
  3. Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan terhadap tinja, urin dan alat-alat yang tercemar. Di negara maju dengan fasilitas sistem pembuangan kotoran yang baik, tinja dapat dibuang langsung kedalam sistem tanpa perlu dilakukan disinfeksi terebih dulu. Dilakukan pembersihan menyeluruh.
  4. Imunisasi terhadap kontak: Pemberian imunisasi rutin terhadap anggota keluarga, petugas kesehatan dengan vaksin tifoid kurang begitu bermanfaat walaupun mereka terpajan dengan penderita tifoid. Namun vaksinasi masih bermanfaat diberikan kepada mereka yang terpajan dengan carrier. Tidak ada vaksin yang efektif untuk demam paratifoid A.
  5. Lakukan investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Sumber infeksi yang sebenarnya dan sumber infeksi yang potensial harus diidentifikasi dengan cara melakukan pelacakan penderita yang tidak dilaporkan, carrier dan melacak makanan, susu, air, kerang-kerangan yang terkontaminsai. Seluruh anggota grup pelancong yang salah satu anggotanya adalah penderita tifoid harus diamati. Titer antibodi terhadap purified Vi polysaccharide mengidentifikasikan yang bersangkutan adalah carrier. Jika ditemukan tipe phage yang sama pada organisme yang diisolasi dari penderita dan carrier menunjukan telah terjadi penularan.
  6. Pengobatan spesifik: Meningkatnya resistensi terhadap berbagai macam strain menentukan jenis obat yang dipakai untuk terapi secara umum, untuk orang dewasa ciprofloxacin oral dianggap sebagai obat pilihan terutama untuk penderita tifoid di Asia. Belakangan ini dilaporkan bahwa telah terjadi penurunan sensitivitas pada penelitian in vivo terhadap berbagai strain Asia. Untuk strain lokal yang masih sensitf terhadap pengobatan maka obat-obatan oral seperti kloramfenikol, amoksisilin atau TMP-SMX (untuk anak-anak) masih cukup efektif untuk mengobati penderita akut. Sedangkan ceftriaxone obat parenteral yang diberikan sekali sehari sangat bermanfaat diberikan kepada penderita obtunded atau kepada penderita dengan komplikasi dimana tidak bisa diberikan pengobatan antibiotika oral. Pemberian kartikosteroid dosis tinggi dalam jagka pendek dikombinasikan dengan pemberian antibiotika serta terapi suportif membantu menurunkan angka kematian pada penderita berat. Untuk pengobatan kepada carrier lihat uraian pada bagian 9A11 diatas. Penderita schistosomiasis yang menderita tifoid selain pemberian terapi untuk tifoidnya maka diberikan juga praziquantel untuk menghilangkan kemungkinan cacing schistosoma membawa basil S. Typhi.

Penanggulangan wabah

  1. Lakukan pelacakan secara intensif terhadap penderita dan carrier yang berperan sebagai smber peularan. Cari dan temukan media (air, makanan) yang tercemar yang menjadi sumber penularan.
  2. Lakukan pemusnahan terhadap makanan yang diduga sebagai sumber penularan.
  3. Lakukan pasteurisasi atau rebuslah susu yang akan dikonsumsi. Singkirkan seluruh suplai susu dan makanan yang diduga tercemar untuk tidak dikonsumsi pada saat sampai diketahui bahwa susu dan makanan tersebut aman untuk dikonsumsi.
  4. Terhadap sumber air yang diduga tercemar dilakukan klorinasi sebelum digunakan dengan supervisi yang ketat. Apabila tindakan klorinasi tidak dapat dilakukan, air dari sumber yang diduga tercemar tersebut jangan digunakan, semua air minum harus diklorinasi, diberi iodine atau direbus sebelum diminum.
  5. Pemberian imunisasi secara rutin tidak dianjurkan. 

Implikasi bencana

Di daerah/tempat penampungan pengungsi dimana persediaan air sangat terbatas dan fasilitas pembuangan kotoran tidak memadai serta tidak ada pengawasan terhadap makanan dan air, kemungkinan terjadi penularan demam tifoid sangat besar, apabila diantara para pengungsi tersebut terdapat penderita aktif atau carrier. Untuk mencegah terjadinya penularan dikalangan para pengungsi maka lakukan upaya untuk memperbaiki fasilitas penyediaan air minum dan fasilitas pembuangan kotoran. Pemberian imunisasi bagi kelompok-kelompok tertentu dapat dilakukan seperti terhadap anak sekolah, penghuni penjara, penghuni fasilitas tertentu, personil/staf rumah sakit atau terhadap pegawai kantor pemerintahan kabupaten/kota. Pemberian imunisasi terhadap kelompok ini cukup bermanfaat karena mereka hidup dalam komunitas yang terorganisir.

Tindakan internsional

  1. Untuk demam tifoid: pemberian imunisasi dianjurkan untuk diberikan terhadap para wisatawan yang berkunjung kedaerah enemis, terutama apabila didaerah tersebut para wisatawan diduga akan terpajang dengan air dan makanan yang tercemar atau wisatawan diduga akan kontak dengan penduduk asli didaerah pedesaan. Imunisasi tidak diwajibkan bagi wisatawan yang akan berkunjung kesuatu negara.
  2. Untuk demam tifoid dan paratifoid manfaatkan pusat-pusat kerjasama WHO.


Sumber:

Kandun, I Nyoman.2000. Manual Pemberantasan Penyakit.


My Beloved Brother

Standard

“Kak, nonton Harry Potter yuk. Nanti biar aku yang beli tiketnya.” Oke, sore aja biar ibu gak sendirian di rumah malem-malem..
Selesai nonton Harry Potter.
Wah gilee, filmnya keren abiss, feel critanya dapet banget, gak kalah seru daripada baca bukunya. “Sayang film part 2-nya bulan Juli, masih 6 bulan lagi.” Hah, iya ya. Besok film terakhir Harry Potter kita nonton di Paragon aja yuk! “Iya kalo aku masih di semarang, kan tahun depan aku udah kuliah, siapa tahu bener ketrima di Jogja.”

 

Jleebb. Aku tercenung mendengar kalimat terakhir adikku. Aku bergeming di motor, yang keluar dari mulutku hanyalah oh iya, bentar lagi kamu udah kuliah ya, gak kerasa.. “iyalah, masa aku jadi anak kecil terus??” Aku hanya mampu terdiam. Adekku menyadarinya, ia melanjutkan “Udah, besok nonton Harry Potter Part 2-nya di XXI Cinema Jogja aja, jadi kakak yang ke Jogja…” Hmm.

Satu hal yang baru kusadari, adikku sudah dewasa, umurnya sudah 18 tahun sekarang. Meski tubuhnya sudah lebih besar dan lebih tinggi dari aku, namun di mataku, ia masih seorang adik kecil yang selalu mengikuti aku kemanapun aku pergi. Usiaku dengannya hanya berselisih 17 bulan. Dan ia satu-satunya adik laki-lakiku. Kami tumbuh bersama, tak pernah terpisahkan sejak kecil, bersama-sama dengan ibu dan ayah dalam rumah mungil yang sangat nyaman di perumahan ABRI, rumah pemberian kakekku yang mantan Komandan Kodim Banyumas. Ia lahir dengan kepala bundar besarnya, ibu sering menceritakannya dengan kata-kata kepala bunder klewer, seperti buah kelapa, bundar dan besar. Kata ibu, kepala adikku bisa bundar seperti itu karena saat di kandungan, kepala adikku aman terlindungi, posisi kepalanya di atas, kalo kata orang jawa posisi sunsang.

Sejak TK hingga SD, ia lebih senang bermain bersamaku daripada bermain dengan teman-temannya. TK kami berbeda, tapi saat ia harus masuk SD, ia hanya ingin masuk ke sekolah yang sama denganku. Aku masih ingat betul, saat aku bilang pada ibu bahwa aku mau main ke rumah salah satu temanku, adikku selalu ingin minta ikut. Alhasil, adikku sering bermain bersamaku dan teman-temanku. Ia hampir selalu ikut kemanapun aku pergi. Aku dan adikku pun bersama-sama ikut kursus berenang. Satu hal yang kuakui, keberanian adikku lebih besar daripada aku. Saat pertama kali aku memasukkan kepalaku ke dalam air, telingaku berdenging dan aku takut memasukkan kepalaku ke dalam air lagi sejak itu. Namun adikku malah berkata, “Gak penging kok kak (berdenging), nih aku aja berani, ditutup aja telinganya kalo takut penging.” Hmm, aku tak mau kalah, maka keberanianku muncul karenanya. Aku termasuk orang tak mau kalah.

Namun begitu aku duduk di kelas 6, dan ia di kelas 4, ia mulai sering bermain bersama teman-temannya. Kami jadi jarang bermain bersama seperti dulu. Saat itu ia asyik bermain bersama teman-temannya, dan aku asyik belajar mempersiapkan ujian akhir sekolah. Hubungan kami pun tak sedekat dulu, kami bahkan sering bertengkar, tiada hari tanpa pertengkaran. Saat aku mulai menikmati status sebagai pelajar SMP, aku mulai disibukkan dengan kegiatan-kegiatan sekolah. Dan saat adikku lulus, ia menyabet predikat Juara Kelas, meski nilai NEM-nya tak sebagus nilaiku.hehe Ibu sangat senang, ayahpun bangga. Maka sekali lagi, ia ingin melanjutkan SMP-nya di sekolah yang (lagi-lagi) sama denganku. Di sekolah aku sangat menyukai kegiatan-kegiatan organisasi dan ekstrakurikuler, tapi adikku beda. Ia lebih menyukai kegiatan olahraga, tak suka berorganisasi. Begitulah kami, kami lahir dari ibu yang sama dan tumbuh bersama, namun kami memiliki sifat dan watak yang lumayan berbeda jauh.

Dan saat ia naik kelas 3, ia pindah sekolah ke Semarang, mengikuti ayah yang pindah bekerja di sana. Aku memutuskan untuk melanjutkan SMA-ku di kota asalku bersama ibu. Namun 1 tahun kemudian, ibu menyusul ke Semarang, membawa semua barang-barang kami, dan akhirnya aku pun memutuskan untuk ngekos di samping sekolah. Baru pertama kalinya aku berpisah dengan keluargaku, tanpa ibu yang selalu menemani dan menyediakan makanan kecil sebagai teman belajarku. Aku terombang-ambing, ternyata aku belum siap betul untuk hidup mandiri, prestasiku jeblok, nilai kelulusanku jauh dari yang kubayangkan. Sedang adikku berhasil diterima di SMP negeri terbaik di Semarang, dan ia lulus SMP dengan nilai yang memuaskan, mengantarkannya ke salah satu SMA negeri terfavorit di Semarang. Namun, ia pun ternyata tak siap dengan kehidupan kota besar. Kehidupan hedon ibu kota jawa tengah, dengan teman-teman yang memiliki kehidupan mewah dan melimpah. Didikan ibu dan ayah yang selalu mengajarkan hidup sederhana, membuat adikku merasa minder. Ia berubah menjadi anak yang agak pendiam. Masa remajanya tak seperti aku. Aku yang mimiliki banyak teman, aku yang menikmati indahnya masa-masa remaja, nongkrong di kafe, nonton film di bioskop, dan merasakan indahnya cinta anak remaja yang masih labil. Ia tak merasakan sebagian besarnya, ia sering mengeluh bahwa ia ingin kembali ke kota asal bersama teman-teman lamanya. Tapi semua itu mulai berubah sdikit demi sedikit, saat aku melanjutkan kuliah di Semarang, kembali satu rumah dengan ibu dan ayah.

Meski saat kuliah aku tinggal di kosan dekat kampus, namun saat weekend selalu kusempatkan pulang ke rumah, di sela-sela kesibukan kampus yang hampir menyita seluruh waktuku, termasuk waktuku untuk keluarga di rumah. Aku dan adikku kembali dekat, ia sering banyak bercerita, termasuk curhat tentang masalah dengan pacarnya. Aku sering memberi ia motivasi, karena aku menyadari, potensinya terlalu banyak, lebih besar dibanding aku. Hanya sayangnya ia kelewat malas. Ia sudah meng-underestimate dirinya sendiri. Mungkin karena ayah yang terlalu berorientasi padaku sehingga secara tidak langsung ayah mengingnkan agar adikku bisa sepertiku. Namun sekarang aku tertegun, mendengar cita-citanya, visi hidupnya yang sangat berbeda denganku. Aku menyadari, adikku sudah mulai mengerti arti kedewasaan.

Ia adalah adik yang selalu bisa diandalkan, sebenarnya. Saat mood-nya baik, ia enak diajak ngobrol dan disuruh ini-itu,hehehe 😀 Tapi kalau sedang badmood, ia menjadi adik yang paling menyebalkan. Pernah sewaktu weekend aku pulang ke rumah, ia tak sedetik pun menyapaku sejak aku datang hingga aku pulang kembali ke kosan. Namun, ia teman yang paling nyaman ku ajak jalan-jalan, karena aman pergi berdua bersamanya, tak takut pulang malam-malam. Ia adik yang membanggakan. Ia adik yang mau belajar dari kesalahannya. Ia adik yang sangat mudah mengeluarkan uangnya untuk orang lain, jiwa sosialnya sangat tinggi. Dan ia adik yang sangat sayang pada ibunya….

Kemarin sepulang menonton film Harry Potter, hujan deras mengguyur kami di perjalanan pulang, angin kencang dan petir yang menyambar-nyambar menambah kengerian perjalanan pulang. Aku hanya mampu beristighfar. Namun, adikku justru mempercepat laju motor, saat aku berteriak mengingatkannya jangan ngebut di hujan deras begini, ia hanya menjawab “Kasihan ibu sendirian di rumah kak…”. Aku bergeming mendengar jawabannya, tak sanggup berkata-kata. Sesampainya di rumah, setelah melepas helm dan jas hujan, masih dengan pakaiannya yang basah kuyup, ia memeluk ibu dengan erat. Meski ibu mungkin tak menyadari arti pelukannya, karena ibu terus berbicara tentang kekhawatirannya pada kami yang pulang dalam keadaan hujan deras bercampur angin kencang dan petir, aku terharu melihat pemandangan yang mungkin tak tertangkap secara kasat mata. Aku melihatnya dengan mata hati, pelukan kasih sayang adikku yang mengkhawatirkan ibunya… 🙂

Hmm, panjang juga aku bercerita. Meski masih satu semester lagi ia berjuang di SMA-nya, namun tak kupungkiri, kini ia sudah dewasa, sebentar lagi ia akan merantau ke kota orang, melanjutkan kuliahnya, bersiap menyongsong cita-citanya, menjadi laki-laki sukses dan membanggakan ibu, yah, dan aku…

Doaku tak pernah putus untukmu, adikku tersayang…
Jadilah dirimu sendiri, dan raihlah cita-citamu, karena aku yakin, KESUKSESAN ITU MILIKMU…

Penyelidikan Epidemiologi

Standard

Campak
a. Gambaran Umum
Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat disebabkan oleh sebuah virus yang bernama Virus Campak. Penularan melalui udara ataupun kontak langsung dengan penderita.Gejala-gejalanya adalah : Demam, batuk, pilek dan bercak-bercak merah pada permukaan kulit 3 – 5 hari setelah anak menderita demam. Bercak mula-mula timbul dipipi bawah telinga yang kemudian menjalar ke muka, tubuh dan anggota tubuh lainnya.
Komplikasi dari penyakit Campak ini adalah radang Paru-paru, infeksi pada telinga, radang pada saraf, radang pada sendi dan radang pada otak yang dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen ( menetap ).


Kematian Ibu
a. Gambaran Masalah
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup.
Angka kematian ibu di Indonesia masih tergolong tinggi. Pendarahan, infeksi, hipertensi kehamilan serta abortus tidak aman. Keempat kondisi itulah yang menjadi penyebab angka kematian Ibu ( AKI ) tetap tinggi. Diantara keempat faktor itu, pendarahan menduduki peringkat pertama dengan 45 persen kejadian. Penyebab pendarahan disebabkan perlengketan ari-ari, robekan rahim atau otot-otot rahim yang mengendur akibat sering bersalin.
b. Tindak Lanjut
Pendarahan dapat diantisipasi dengan sering periksa ada tidaknya risiko pendarahan itu. Selain rajin memeriksakan kehamilan, penting juga memriksakan hemoglobin. Terutama bulan keenam dan ketujuh kehamilan. Pemeriksaan Hb penting untuk menghindari kemungkinan anemia. Hal ini disebabkan ibu yang anemia berisiko otot-otot rahim melemah dan tidak segera menutup kembali.
Informasi mengenai tingginya MMR akan bermanfaat untuk pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi, terutama pelayanan kehamilan dan membuat kehamilan yang aman bebas risiko tinggi (making pregnancy safer), program peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan, penyiapan sistim rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan, penyiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang semuanya bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi.
AKI sulit dihitung, karena untuk menghitung AKI dibutuhkan sampel yang besar, mengingat kejadian kematian ibu adalah kasus yang jarang. Oleh karena itu kita umumnya digunakan AKI yang telah tersedia untuk keperluan pengembangan perencanaan program.

Kematian Bayi
a. Gambaran Umum
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.
Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan.
Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.
b. Tindak lanjut
Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus.
Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka Kematian Anak serta Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi, serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak, program penerangan tentang gisi dan pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia 5 tahun.
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia dibawah satu tahun, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.
Data mengenai jumlah anak yang lahir jarang tersedia dari pencatatan atau registrasi kependudukan, sehingga sering dibuat perhitungan/estimasi tidak langsung dengan program “Mortpak 4”. Program ini menghitung AKB berdasarkan data mengenai jumlah Anak yang Lahirkan Hidup (ALH) atau Children Ever Born (CEB) dan Jumlah Anak Yang Masih Hidup (AMH) atau Children Still Living (CSL)

Sumber:

http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/450/450/1/3/

http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/450/450/1/3/

Merubah Diri Sendiri, Merubah Bangsa Ini

Standard

Ibu pertiwi menangis… Banjir di Wasior, Tsunami di Mentawai, Merapi meletus… Adakah nurani kita tergetar akan Kuasa Allah?

Semua ini adalah teguran dan ujian. Teguran akan segala khilaf, ujian bagi orang-orang yang sabar dan ikhlas…

Hatiku miris, melihat televisi terus menerus memberitakan saudara-saudara yang sedang dilanda musibah… Apa yang bisa kulakukan untuk membantu saudara-saudaraku Ya Allah?

Kuselipkan doa untuk saudara-saudaraku yang sedang tertimpa musibah… Jika ini adalah teguran dari-Mu, ampuni khilaf kami Ya Allah… Jika ini adalah ujian dari-Mu, beri kekuatan kepada kami untuk bisa melaluinya dengan sabar dan ikhlas Ya Alloh…

Semua yang terjadi di bumi pertiwi ini, membuatku tersadar, merefleksikan diri, apa yang sudah kulakukan untuk negeri ini? Adakah yang sudah kuberikan untuk agama-Mu?

Aku HARUS berubah. Berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Untuk merubah bangsa ini, untuk membangun negeri yang lebih baik. Semua hanya omong kosong belaka jika pribadi masing-masing dari umat ini tak bertekad untuk berubah menjadi lebih baik, termasuk aku. Aku HARUS berubah. Berubah mulai dari hal-hal yang kecil… Berubah mulai dari diri sendiri… Berubah mulai dari SEKARANG!

Bangkitlah Indonesiaku! Pemuda-pemudimu akan terus berjuang, demi Indonesia, dan demi Umat!

“yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu meubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Q.S. Al Anfal : 53]

Nikmatnya Sakit

Standard


Tubuhku ambruk lagi, pusing tiada henti. Dokter mungkin saja benar mendiagnosa vertigo dan hipoglikemia, tapi bagiku ini hanya alarm dari Yang Maha Kuasa, agar tak semena-mena terhadap tubuh yang tak dijaga. Dua minggu terakhir ini adalah waktu yang tak mudah, satu per satu amanah meminta komitmen dan tanggung jawab untuk merealisasikan apa yang sudah kuputuskan memikulnya. Bersama teman-teman kulaksanakan apa yang bisa kukerjakan semampuku, berusaha memberikan sesuatu yang bermanfaat dan bernilai untuk orang lain. Semangat itu ada, bahkan membuncah… Namun kenyataannya, dibalik energi besar penuh semangat itu, tubuh rentanku tak kuasa menopang hingga sedemikan rupa. Tiga hari acara itu terselenggara, lebih dari tiga hari pula proses pemulihan tubuh ini.

Ayah dan ibu hanya bisa memandangiku saat aku tertidur, menjaga saat aku terjaga di malam hari. Pusing yang amat sangat baru pernah kurasakan. Tapi aku tak mau ayah dan ibu tahu kesakitan yang kualami. Aku hanya mampu mengungkapkan, aku pusing dan tak enak badan…

Ketika aku sampai di rumah, aku tak bisa melakukan apapun, hanya tergolek lemah di atas tempat tidur. Sepulang kantor ayah hanya bisa berucap, “Nduk, gimana rasanya sakit? Nikmatkah? Bersyukurlah, Alloh masih mau memperingatkanmu dengan sakit yang tak parah… Ketika alarm tubuhmu tak kau indahkan, maka Alloh sendiri yang akan mengingatkanmu, seperti hari ini. Alloh tahu tubuhmu tak bisa kau paksakan hingga kelelahan, meski ayah akui semangatmu begitu besar…”. Kata-kata ayah begitu menohokku, aku sadar aku belum memahami tubuhku sendiri, masih egois memaksakan kehendak.

Satu hal lagi yang kupahami, aku tak bisa memaksakan tubuhku untuk bisa menopang seabrek aktifitasku, tak bisa membandingkannya seperti orang lain. Kelemahan yang harus kutemukan solusinya. Namun, semangat itu tetap ada, sama besarnya dari sebelumnya, bahkan lebih besar! Aku akan terus melakukan apapun yang bisa mengantarkanku menuju mimpi-mimpiku… Meski tubuh ini ringkih, semangat itu akan tetap kupelihara, agar tetap membara di dalam jiwa.

Sakit ini kunikmati ya Alloh… Sungguh aku bersyukur tiada henti, karena sakit ini membuatku kembali ke rumah, berkumpul dan mendengar nasihat-nasihat ayah dan ibu… Kumohonkan ampunan-Mu, meski saraf di kepala saat ini begitu sakit, aku ingin ia tak menjadikan aktifitasku terhambat, kewajiban dan mimpi-mimpiku masih terlampau banyak dibandingkan dengan waktu yang kau berikan dalam satu hari… Ya Alloh, ampuni hamba yang tak sadar mendzalimi diri sendiri, maupun orang lain…

Epidemiologi dan Peranannya dalam Pemecahan Masalah Kesehatan di Masyarakat

Standard

A. Pengertian Epidemiologi
Pada mulanya epidemiologi diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal ini menunjukkan bahwa epidemiologi dipandang hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja. Namun dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-penyakit non infeksi, sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang penyebaran penyakit pada manusia di dalam konteks lingkungannya.
Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata:
Epi : permukaan, di atas, menimpa
Demos : rakyat, masyarakat, populasi
Logos : ilmu tentang
Epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan factor-faktor yang menentukan keadaan yang berhubungan dengan kesehatan atau kejadian-kejadian pada kelompok penduduk tertentu (Last, 1988, Beaglehole et.al, 1993).

Berdasarkan pengertian tersebut, ada 3 hal yang perlu digarisbawahi memahami epidemiologi, yaitu: Distribusi, determinan, dan kelompok penduduk.
1. Distribusi
Bahwa epidemiologi mempelajari pola penyebaran, kecenderungan, dan dampak penyakit terhadap kesehatan populasi.
2. Determinan
Bahwa epidemiologi mempelajari factor-faktor risiko dan factor etiologi (kausa) penyakit.
3. Kelompok penduduk
Kelompok penduduk disini biasanya dibatasi menurut wilayah geografi, misalnya: desa, kecamatan, kota, kabupaten, propinsi. Akan tetapi populasi dapat juga dibatasi menurut yang lainnya. Misalnya: pasien-pasien yang berada di rumah sakit.

B. Ruang Lingkup Epidemiologi

Di dalam batasan epidemiologi ini sekurang-kurangnya mencakup 3 elemen, yakni:

a. Mencakup semua penyakit
Epidemiologi mempelajari semua penyakit, baik penyakit infeksi maupun penyakit non infeksi, seperti kanker, penyakit kekurangan gizi (malnutrisi), kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan kerja, sakit jiwa dan sebagainya. Bahkan di negara-negara maju, epidemiologi ini mencakup juga kegiatan pelayanan kesehatan.

b. Populasi
Apabila kedokteran klinik berorientasi pada gambaran-gambaran dari penyakit-penyakit individu maka epidemiologi ini memusatkan perhatiannya pada distribusi penyakit pada populasi (masyarakat) atau kelompok.

c. Pendekatan ekologi
Frekuensi dan distribusi penyakit dikaji dari latar belakang pada keseluruhan lingkungan manusia baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Hal inilah yang dimaksud pendekatan ekologis. Terjadinya penyakit pada seseorang dikaji dari manusia dan total lingkungannya.

C. Penyebaran Penyakit

Di dalam epidemiologi biasanya timbul pertanyaan yang perlu direnungkan yakni:
1. Siapa (who), siapakah yang menjadi sasaran penyebaran penyakit itu atau orang yang terkena penyakit.
2. Di mana (where), di mana penyebaran atau terjadinya penyakit.
3. Kapan (when), kapan penyebaran atau terjadinya penyakit tersebut.

Jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan ini adalah merupakan faktor-faktor yang menentukan terjadinya suatu penyakit. Dengan perkataan lain terjadinya atau penyebaran suatu penyakit ditentukan oleh 3 faktor utama yakni orang, tempat dan waktu.

D. Kegunaan Epidemiologi

Epidemiologi perlu dipelajari bagi calon atau lulusan kesehatan masyarakat karena mempunyai tujuan yang baik, yaitu:

1. Mempelajari sebab akibat suatu penyakit
Artinya bahwa epidemiologi tidak mengenal penyebab tunggal akan tetapi banyak penyebab. Selain itu, penyebab semestinya mendahului akibat. Di dalam masyarakat seringkali kita dikejutkan dengan berbagai penyakit yang seolah-olah datang terlebih dahulu baru dicari penyebabnya. Padahal penyebab itu telah ada terlebih dahulu sebelum adanya kasus. Hanya saja manusia terlambat atau tidak tahu dalam mengenali penyebab.

2. Mempelajari perjalanan alamiah
Pada dasarnya epidemiologi sangat peduli dalam mempelajari perjalanan alamiah penyakit, sehingga dapat diupayakan pencegahan sebelum tahap-tahap dalam riwayat alamiah tersebut terjadi ke tahap yang lebih berat. Misalkan: ketika seorang pekerja pabrik pemecah batu memasuki tahap pre pathogenesis di luar tubuh (misalkan: selalu terpapar dengan sumber polusi udara dari buangan pabrik), maka epidemiologi mengupayakan pencegahan terjadinya penyakit dengan cara mengidentifikasi besarnya permasalahan, berbagai penyebab utama, dan strategi-strategi yang tepat untuk pencegahan dan pengendaliannya. Misalnya dengan adanya undang-undang perlindungan kesehatan bagi pekerja, adanya program-program yang melindungi pekerja dari kemungkinan terjadinya kasus (misalkan: kewajiban memakai APD).

3. Menguraikan status kesehatan kelompok penduduk
Dalam epideiologi dapat menguraikan status kesehatan penduduk melalui penelitian epideiologi yang dilakukan. Misalkan : kelompok penduduk desa x diketahui mempunyai faktor risiko terjadinya KLB Malaria setelah dilakukan penelitian tentang perilaku mereka pasca terjadinya kasus malaria di desa tersebut.

4. Mengevaluasi upaya kesehatan
Berbagai upaya kesehatan dapat dievaluasi dengan menggunakan berbagai pengukuran epidemiologi. Misalkan: dengan Insidensi Rate (IR).
Sesudah program fogging dilaksanakan ternyata kasus demam berdarah (DB) masih terjadi di desa X. hal ini menunjukkan bahwa program tersebut tidak berhasil, sehingga harus dicari penyebab yang paling dominan dalam terjadinya kasus DB.

E. Peranan Epidemiologi

Peranan epidemiologi, khususnya dalam konteks program Kesehatan dan Keluarga Berencana adalah sebagai tool (alat) dan sebagai metode atau pendekatan. Epidemiologi sebagai alat diartikan bahwa dalam melihat suatu masalah KB-Kes selalu mempertanyakan siapa yang terkena masalah, di mana dan bagaimana penyebaran masalah, serta kapan penyebaran masalah tersebut terjadi.

Demikian pula pendekatan pemecahan masalah tersebut selalu dikaitkan dengan masalah, di mana atau dalam lingkungan bagaimana penyebaran masalah serta bilaman masalah tersebut terjadi. Kegunaan lain dari epidemiologi khususnya dalam program kesehatan adalah ukuran-ukuran epidemiologi seperti prevalensi, point of prevalence dan sebagainya dapat digunakan dalam perhitungan-perhitungan : prevalensi, kasus baru, case fatality rate dan sebagainya.

Peranan epidemiologi ada 5, yaitu:
1. Mengidentifikasi factor-faktor yang berperan dalam terjadinya penyakit atau masalah kesehatan dalam masyarakat.
2. Menyediakan data yang diperlukan untuk perencanaan kesehatan dan pengambilan keputusan.
3. Membantu melakukan evaluasi terhadap program kesehatan yang sedang atau telah dilakukan. Bila dari hasil evaluasi program tersebut dianggap tidak berhasil, maka dapat dihentikan atau dirubah dengan program lain setelah mengetahui penyebab yang sebenarnya. Misalkan : program fogging untuk memberantas nyamuk dewasa dapat diganti dengan menggalakkan kegiatan 3 M (Menguras, Menutup sumber air, Mengubur) setelah diketahui penyebabnya adalah perilaku penduduk.
4. Mengembangkan metodologi untuk menganalisis keadaan suatu penyakit dalam upaya menanggulanginya.
5. Mengarahkan intervensi yang diperlukan untuk menanggulangi masalah yang perlu dipecahkan.

Sumber:

Adnani, Hariza. Cetakan Pertama, Maret 2010. Prinsip Dasar Epidemiologi. Yogyakarta: Nuha Medika.
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Cetakan ke-2, Mei 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.

Birul Walidain

Standard

Begitu besar jasa dan budi orang tua. Mereka yang melahirkan, membesarkan, dan mendidik putra-putrinya. Ibu yang berjuang dengan seribu tarikan nafas demi melahirkan kita, rela mengorbankan dirinya demi melihat putra-putrinya lahir dengan selamat dan normal, bahkan dengan taruhan nyawanya sendiri. Ayah yang tak kenal lelah mencari nafkah, demi melihat putra-putrinya bahagia dengan kehidupannya, berusaha memberikan segala hal yang terbaik untuk putra-putrinya.

Bahkan ketika saya mengikuti sebuah kajian tentang Birul Walidain ini, seorang ustad yang menjadi narasumber mengatakan hal yang sungguh membuat badan saya merinding, hati saya bergetar mendengarnya:

“Diibaratkan jika sebuah bukit itu berubah menjadi tumpukan emas, lalu tumpukan emas sebesar bukit itu diberikan untuk ibu kita sebagai balas budinya, maka sesungguhnya semua itu takkan pernah cukup membayar satu tarikan nafas ibu saat melahirkan kita…” Subhanalloh 🙂

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Q.S. Al-Israa’ : 23)

Lalu, permasalahan klasik yang sering dialami oleh para pelajar kini adalah, bagaimana jika orang tua melarang kita menjadi aktivis dakwah atau melarang berorganisasi? Semua aktivis atau organisatoris pasti pernah mengalami saat-saat dimana harus bermain petak umpet dengan orang tua ketika menjalankan tugas dan amanah di organisasi yang ia ikuti. Saya pun dulu pernah mengalaminya. White-lie pun sempat menjadi trik awalnya, namun terus saya iringi dengan usaha keras untuk mendapatkan prestasi yang bagus di bidang akademik maupun organisasi itu sendiri. Yang saya paham, sebenarnya orang tua yang melarang berorganisasi itu mempunyai tujuan yang baik, mungkin salah satunya ingin putra-putrinya konsentrasi pada studinya. Namun dengan tipe watak seperti saya yang senang mencoba hal baru dan menggali potensi yang belum terasah bahkan belum pernah terlihat di permukaan, sangat menyukai aktivitas berorganisasi dengan berbagai pengalaman kegiatan-kegiatannya. So, bagaimana caranya kita memberikan penjelasan mengenai hal ini pada orang tua kita? Satu hal yang tak boleh dilanggar adalah: beri pengertian kepada orang tua kita tentang alasan-alasan kita berorganisasi atau menjadi aktivis dakwah dengan tutur kata yang lembut. Gunakan cara-cara strategis yang baik, jangan bertindak frontal terhadap orang tua kita… hehe 🙂 Inilah salah satu lahan dakwah kita, bagi orang tua yang tak begitu paham dan simpatik pada agama.

Sebuah pepatah yang sering kita dengar adalah Surga di bawah telapak kaki ibu :). Namun yang perlu kita perhatikan, ibu yang seperti apa yang memiliki jaminan pepatah itu? Dalam sebuah diskusi tanya jawab di sebuah majelis, ada seseorang yang bertanya begini: Bagaimana jika anaknya masuk surga namun orang tuanya masuk neraka, dan anaknya tak rela oarng tuanya masuk neraka, apakah orang tuanya bisa diangkat masuk ke dalam surga? Kita sebagai anak sholeh diwajibkan untuk selalu mendoakan orang tua kita dengan doa yang pasti hampir semua anak sholeh-sholehah hapal: Allohummaghfirli waliwaalidayya warhamhuma kama robbayaani soghiiiroo… Alloh menyuruh kita sebagai anak untuk mendoakan orang tua dan berbakti kepada mereka. Maka orang tua pun memiliki kewajiban yang akan diminta pertanggungjawabannya oleh Alloh, yaitu mendidik putra-putrinya dengan benar, tidak meninggalkan generasi-generasi yang lemah. Ibu yang memiliki anak sholeh-sholehah bukanlah ibu yang hina. Logikanya, ibu yang hina seperti dimisalkan ibu yang “berkencan” dengan laki-laki yang berlainan setiap malamnya (pelacur), tidak mungkin melahirkan anak yang sholeh, sebab prosesnya pun sudah tidak halal. Maka timbal balik anak yang berbakti pada orang tua, orang tuanya pun berkewajiban untuk menciptakan generasi-generasi Rabbani yang kuat dengan mendidiknya berdasarkan tuntunan Islam.

Semoga yang sedikit ini bisa memberi manfaat. Wallohu alam bisshawab.

Memahami dan Mengerti

Standard

Setelah cukup lama tidak menulis, tangan saya “gatal” ingin bermain bersama tombol-tombol hitam laptop setia saya, merangkai kisah-kisah yang tak sekedar cerita tanpa makna…

Dua hari yang lalu saya mendapat sebuah ujian yang cukup menyulitkan saya (bukan ujian kuliah loh…), hmm… apa yah namanya? Mungkin bisa dikatakan ujian manajemen prioritas… (walah, apalagi itu?)hehe 😛

Sebenarnya saya sudah sering mengalami keadaan yang membutuhkan keputusan cepat dalam menentukan prioritas, seperti saat ada lebih dari satu agenda yang bertabrakan, dimana semua agenda tersebut sama-sama pentingnya bagi saya, dan posisi saya cukup dibutuhkan di agenda-agenda tersebut. Alhamdulillah semua itu masih bisa saya atasi, berbekal ilmu dan pengalaman yang saya dapatkan. Pun kemampuan manajerial itu tidak saya dapatkan secara instan, dibutuhkan banyak perjuangan dan pengorbanan, proses panjang yang tak selalu mulus, meski untuk mendapatkan itu semua, semangat dan keistiqomahan tetap menjadi bensin penggeraknya…

Waduh, jadi ngelantur kemana-mana. Niatnya saya ingin berbagi cerita (lagi), namun tanpa sadar jari-jari saya ingin menuliskan rangkaian kalimat motivasi… 🙂

Jadi begini ceritanya. Hari itu saya sudah berniat sejak jauh-jauh hari sebelumnya untuk ikut memenuhi undangan pernikahan kakak angkatan saya bersama teman-teman salah satu organisasi yang saya ikuti di kampus (sebenarnya gak enak kalo menyebutnya sebuah organisasi, hmm… lebih tepatnya keluarga saya 🙂 ). Nah, karena akhir-akhir ini saya lebih memfokuskan diri di organisasi lain yang saya ikuti (mengingat kegiatannya yang menyita banyak waktu dan perhatian lebih), saya berpikir betapa jahatnya saya yang tak bisa memberikan yang terbaik untuk Keluarga saya, sebaik saya curahkan pikiran dan perhatian saya pada yang lain. Berawal dari curhatan saya tentang keadaan yang saya rasakan pada Keluarga saya, hal sepele yang mungkin tak pernah terlihat di luar karena lebih saya pendam di hati, tak ingin menyusahkan Keluarga saya dengan berbagai keluh kesah. Namun setelah semua itu saya utarakan, entah mengapa ada perasaan bersalah yang menggelayut di hati. Perasaan bersalah karena tak ada lagi gairah dan semangat untuk selalu menanyakan kabar Keluarga saya, hanya karena saya merasa tak diperhatikan ketika bertanya atau menyampaikan sesuatu menyangkut Keluarga saya itu. Demi membayar semua yang saya rasakan, saya berniat untuk menjalin kembali rasa keterikatan hati saya dengan Keluarga saya, salah satunya dengan travelling ke pernikahan tetua dari Keluarga saya.

Namun amanah lain membutuhkan saya di saat yang bersamaan. Agenda rapat dari sebuah acara yang sedang urgent-urgentnya, waktu pelaksanaan yang sudah semakin dekat, sedang pembicara acara masih kurang satu yang belum dipastikan. Saya sebagai salah satu staf sie acara, tentu saja merasa rapat kali ini begitu penting, mengingat teman-teman sie acara saja sudah susah sekali menyempatkan waktu untuk berkumpul sekedar membahas perkembangan persiapan acara karena kesibukan di kampus masing-masing. Sungguh, saya merasa sangat dilema… Di satu sisi saya jelas tak bisa meninggalkan amanah, namun di sisi lain saya pun ingin mendapatkan kembali gairah dan semangat saya yang sempat hilang pada Keluarga saya, juga demi membayar rasa bersalah itu. Akhirnya dengan berat hati jari-jari tangan mengetik sebuah pesan singkat kepada ketua Keluarga saya, bahwa saya tak jadi ikut bersama mereka travelling ke pernikahan kakak angkatan saya itu. Saya pun sudah cerita langsung kepada salah satu anggota Keluarga saya perihal amanah yang lebih saya prioritaskan. Akhirnya, meski dengan wajah yang sedih, Keluarga saya mengikhlaskan saya tak jadi ikut perjalanan mereka. Dengan hati lega, saya lanjutkan aktivitas saya yang masih menunggu untuk segera diselesaikan hari itu juga.

Beberapa menit menjelang rapat acara penting itu, handphone saya bergetar, telepon dari nomor tak dikenal. Setelah saya angkat ternyata itu telepon dari saudara di Keluarga saya, menanyakan kembali apa saya benar-benar tak bisa ikut travelling bersama mereka. Sudah saya jelaskan (lagi) panjang lebar, namun dengan nada yang sedikit banyak memaksa saya untuk tetap ikut travelling mereka, tanpa mereka sadari mereka sudah membuat saya benar-benar sedih. Inikah Keluarga yang demi memenuhi kursi kosong, menyuruh saya datang rapat acara penting itu sekedar untuk meminta ijin kemudian ikut perjalanan mereka? Tak tahukah mereka bahwa saya sedikit kecewa dengan ketidakpengertian mereka akan penjelasan yang sudah saya jabarkan panjang lebar kali tinggi? (hmm..masih sempat bercanda meski nada kalimat sudah memuncak 😛 ). Teguran halus pun saya terima dari senior saya di kepanitiaan acara penting itu, “inilah saatnya kamu tunjukkan padaku dan mereka bagaimana manajemen prioritasmu”. Hmm… sebenarnya saya sudah memutuskan prioritas saya, namun telepon Keluarga saya membuat saya bingung dan tak habis pikir bagaimana lagi caranya saya bisa jelaskan kepada mereka urgentnya rapat acara itu. Terdiam sebentar, dengan perasaan campur aduk antara bingung, sedih, malu, kukirimkan pesan singkat bahwa saya tetap tak jadi ikut travelling Keluarga saya.

Meski terlihat sepele dan tak penting, namun dampak yang saya rasakan dari kejadian itu adalah mood yang buruk sepanjang hari. Selepas rapat, saya langsung menanyakan posisi Keluarga saya, sudah sampai dimanakah perjalanan mereka? Kabar suasana menyenangkan dan ramai dengan cerita-cerita sepanjang perjalanan mereka, saya terima dengan perasaan senang bercampur sedih. Senang karena melihat kegembiraan mereka, dan sedih karena keberadaan saya tak bersama kegembiraan mereka.

Satu hal lagi yang saya dapatkan, memahami orang lain tak semudah membalikkan telapak tangan. Meski kadang jika kita merasa sudah memahami dan mengerti mereka, mereka tak selalu bisa memahami dan mengerti kita selayaknya yang kita inginkan. Jika semua itu kadang membuat suasana hatimu buruk, maka hanya Sabar dan Ikhlas yang bisa menyamankan hatimu. Sabar untuk tidak melontarkan kata-kata keluh kesah yang justru menambah buruk suasana hati. Ikhlas dengan memaafkan dan melupakan semua yang sudah membuat perasaan kita bagai dilanda badai awan mendung, dan ikhlas dengan semua yang kita terima, meski kadang semua itu lebih pahit dari buah maja.

Saya tetap berharap saya akan bisa merasakan kembali hangatnya nuansa kekeluargaan pada Keluarga saya itu… 🙂

Manfaat Gerakan Sholat

Standard

Sebuah artikel yang saya dapatkan dari sebuah situs jejaring sosial muslim indonsia, sangat bermanfaat untuk kita semua…

1. Hubungan Gerakan Shalat dan Pijat Getar Saraf

Di bagian ini penulis mencoba membahas hubungan impelemnetasi gerakan shalat dengan gerakan berwudhu yang dikembangkan menjadi teknik pijat getar saraf yang dimanfaatkan untuk merawat tubuh dan sekaligus sebagai obat yang mujarab.
Setiap saat, nara sumber sering memohon kepada Allah untuk menunjukkan manfaat dan kehebatan setiap elemen gerakan shalat yang akan mendatangkan kemenangan. Sudah berapa tahun terakhir ini, nara sumber terus berfikir, mempraktikkan, mengembangkan elemen gerakan shalat menghubungkannya dengan pijat untuk dapat menghasilkan obat. Hasilnya, sungguh menakjubkan dan menyadarkan bahwa selama ini sebenarnya nara sumber hanya asal shalat, yang baru menuju kepada kemenangan, dan masih jauh untuk mendapatkan kemenangan seperti yang dimaksudkan pada azan. Kemudian kita diminta untuk mendirikan shalat. Apa sih sebenarnya maksud dari mendirikan shalat? Apakah maksud mendirikannya adalah kita diminta mengembang-kan gerakan shalat dan mengaplikasikan bacaan shalat sehingga menjadi kebiasaan hidup dan kita benar-benar mendapatkan kemenangan dan keselamatan di dunia-akhirat.

2. Menilai Gerakan Shalat Orang Lain

Sekali lagi nara sumber berterima kasih kepada Pak Usup, yang menceritakan pengalaman beliau waktu berhaji. Waktu dia melihat temannya shalat yang menghadap ke Ka’bah, bukan ke titik sujud, timbul keinginannya untuk menegur atau mengingat-kan temannya atas kekeliruan yang dilakukan. Selesai temannya shalat, langsung dia beritahu bahwa shalat yang betul itu meng-hadap titik sujud. Setelah itu beliau melakukan shalat sunat. Lantas, apa yang terjadi? Ternyata, dia tidak bisa menundukkan kepalanya untuk melihat titik sujud dan hanya melotot ke depan. Saat itu beliau langsung menyadari bahwa apa yang selama ini kita anggap betul, ternyata tidak demikian. Jadi, maknanya adalah kita jangan menganggap cara shalat orang lain itu salah, walaupun kita telah mempelajarinya dari buku shalat yang ditulis oleh para ahli shalat. Marilah kita pelajari dengan serius tentang shalat ini dan dengan serius pula kita aplikasikan dalam kehidupan kita.

3. Rukuk dan Sujud

Ada dua komponen gerakan shalat yang utama disebutkan di Al Qur’an, yaitu Rukuk dan Sujud, yang diperintahkan oleh Yang membuat manusia.
Sekali lagi bahwa tubuh kita penuh dengan kabel dan pipa, terdapat saraf sentral dan spinal yang mengendalikan seluruh aktivitas di tubuh kita. Supaya daya kerjanya optimal maka harus dijaga kelenturan, keseimbangan sistem elektrik atau aura, kelancaran peredaran darah terutama ke otak sebagai organ yang sangat vital, yang membutuhkan oksigen dan kalori yang maksimal. Pembuluh darah di otak, di bola mata sangatlah halus dan harus dialiri darah terus menerus. Menurut penelitian, ada pembuluh darah yang dapat diisi kembali hanya dengan gerakan sujud. Pantas, Allah menyuru kita untuk rukuk dan sujud!

4. Manfaat Senam dengan Gerakan Shalat

• Menurut penelitian, sel darah merah, HBnya turun di antara 3-12 jam, atau rata-rata 5 jam.
• Kepala letaknya paling atas (di atas jantung), banyak pembuluh darah dan urat saraf halus yang harus dijaga kelenturannya, harus bebas pengapuran, yang bisa di jaga, dialiri darah baru, dan segar dengan “sujud” .
• Kelenturan tulang belakang yang berisi sumsum tulang dan merupakan saraf sentral beserta sistem aliran darahnya, dapat dirawat dengan melakukan gerakan rukuk yang maksimal. Sebaiknya ini juga dilakukan dengan interval 4-5 jam sehari. Tuas sistem keringat yang terdapat di punggung, pinggang, paha, dan betis belakang dapat dirawat dengan gerakan rukuk. Tulang leher, tengkuk, atau saluran saraf memori, dapat dengan baik dijaga kelenturannya dengan gerakan rukuk. Rukuk yang ditekuk maksimal, hingga tangan memegang pangkal kaki dapat berguna untuk menarik urat pinggang, sehingga dapat mencegah sakit pinggang, awal dari sakit ginjal. Kelenturan saraf memori dapat dijaga dengan gerakan rukuk ini yang mengangkat kepala secara maksimal, mata menghadap ke depan.

• Waktu berdiri dari rukuk dengan disertai mengangkat tangan akan menyebabkan darah turun langsung dari kepala ke arah bawah, menyebabkan bagian pangkal otak yang mengatur keseimbangan berkurang tekanan darahnya, sehingga dapat menjaga saraf keseimbangan tubuh kita dan berguna untuk mencegah terjadinya pingsan dengan tiba-tiba.

• Kelenturan pembuluh nadi balik, urat saraf motorik, kabel keringat di bagian dalam atau bawah lutut dan betis, pangkal kaki atas, dapat dijaga dengan baik dengan cara gerakan duduk di antara dua sujud, tasyahud awal. Sakit flu, pilek, masuk angin, maag dapat dicegah dengan gerakan sujud yang disempurnakan (teknik pernafasan, lama, dan frekuensi gerakannya dilakukan setelah shalat).

• Duduk tasyahud awal (duduk pembakaran) jika agak lama sehingga lipatan paha dan betis bertemu, akan mengaktifkan kelenjar keringat sehingga dapat mencegah pengapuran. Pembuluh darah balik di atas pangkal kaki tertekan sehingga darah akan memenuhi seluruh telapak kaki mulai dari mata kaki sehingga pembuluh darah di pangkal kaki mengembang. Gerakan ini akan menjaga supaya kaki dapat secara optimal menopang tubuh kita.

• Duduk di antara dua sujud (duduk perkasa), di mana kedua belah kaki, seluruh jari-jari kakinya ditekuk, akan dapat menyeimbangkan sistem elektrik dan saraf keseimbangan tubuh kita, juga dapat memperbaiki dan menjaga kelenturan saraf keperkasaan yang banyak terdapat pada bagian paha dalam, cekungan lutut, cekungan betis, sampai ke ibu jari kaki. Kelenturan saraf keperkasaan ini dapat mencegah penyakit diabetes, sulit buang air kecil, prostat, dan hernia. Duduk di antara dua sujud ini terdapat bacaan ampunan dosa. Dan ini bukan bacaan kebetulan, kenapa? Rahasianya adalah di cekungan mata kaki dalam dan luar banyak terdapat ujung saraf yang merupakan tombol tekuk untuk membuang endapan listrik negatif dari organ tubuh kita, jantung, paru-paru, hati, limpa, perut, alat vital, otak, atau kepala yang mengarah ke ujung-ujung jari. Dalam melakukan gerakan duduk di antara dua sujud, kita jarang lama dan benar sehingga titik getar tersebut tidak bekerja dengan baik untuk mengeluarkan endapan listrik negatif yang menyebabkan penyakit atau daya tahan tubuh kita berkurang. Jarang yang kuat dipijat pada cekungan mata kaki ini. Padahal, di sinilah letak ampunan dosa tersebut berupa keluarnya endapan listrik negatif dari dalam tubuh kita. Kalau Nabi Adam dan Hawa harus tersiksa jalan kaki selama seratus tahun untuk ampunan dosa karena tidak takwa, maka umat Nabi Muhammad saw sebenarnya diberikan kemudahan untuk ampunan dosa, yaitu sabar menahan rasa sakit, impelementasi gerakan shalat yang efektif dan aplikasi/amalan bacaan shalat di antara dua shalat (amal shaleh, bukan amal salah)

• Pada saat sujud pembuluh darah nadi balik, dikunci di pangkal paha sehingga tekanan darah akan lebih banyak dialirkan kembali ke jantung dan dipompa ke kepala. Apabila disertai dengan menarik napas dalam-dalam, ditahan, kemudian ditekuk untuk sujud hingga terasa aliran darah ke kepala selama mungkin akan memaksimalkan aliran darah dan oksigen ke otak atau kepala, mata, telinga, leher, pundak, hati. Bukankah ini teknik yang luar biasa untuk membongkar sumbatan pembuluh darah jantung sehingga mencegah koroner? Dan bukankah ini cara yang luar biasa untuk membiasakan pembuluh darah halus di otak untuk mendapat tekanan lebih sehingga mencegah stroke? Teknik sujud ini banyak manfaat-nya, tergantung variasi gerakan yang kita kembangkan. Misalnya, kalau kita ingin merawat saraf pikiran di kening kita, kita dapat memberikan tekanan kepada kening kita, digiling dari kiri ke kanan, bolak balik atau digiling sambil ditekan dari atas ke bawah pada lingkaran ubun-ubun, atau ditekan tepat pada area alis mata kiri bergantian kanan. Untuk menambah tekanan, dapat dilakukan sambil bertumpu pada lutut, kalau kurang keras tumpuan pada pangkal ujung jari kaki dan diseimbangkan dengan menggunakan telapak tangan. Kalau kita ingin merawat kelenturan pergelangan tangan supaya sistem pembakaran di telapak tangan optimal, kita tekuk maksimal mungkin sampai 90 derajat atau tegak dan ditekan pada ruas-ruas jari. Kalau ingin bertenaga di ujung jari, kepala kita diangkat kira-kira 1 cm, dimajukan sejauh mungkin, sehingga titik berat di ujung jari, tarik dan tahan napas, sampai kepala bergetar dan dilakukan selama mungkin sampai seperti kehabisan napas, baru dianggkat kembali kepalanya. Lakukanlah hingga keluar keringat, dan kepala, leher, pundak terasa ringan dan nyaman. Dari sini saya sadar bahwa gerakan shalat ini memang tampaknya sederhana tetapi kalau dikembangkan, dapat menjadi olah raga dan olah jiwa yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Untuk mendapat-kan tekanan yang maksimal, sebaiknya dilakukan menggunakan sajadah yang tipis di atas ubin.

• Takbiratul Ihram, mengangkat tangan, membuka dada, menarik napas, memberikan aliran darah dari pembuluh balik yang terdapat di lengan untuk diisi ke mata, telinga, mulut, bagian otak pengatur keseimbangan tubuh sehingga membuka mata, telinga kita dan menjaga keseimbangan tubuh. Kemudian bersedekap, menjepit pembuluh darah balik pada lengan kiri sehingga pembuluh darah yang di telapak tangan atas akan mengembang. Semakin lama bacaan dan tetap dijepit, semakin tinggi tekanan darahnya. Begitu takbir untuk rukuk, darah yang telah dicuci di telapak tangan akan langsung disemprotkan dengan kecepatan tinggi, mengisi kembali pembuluh darah yang ada di mata telinga, atau seluruh bagian kepala. Kebiasaan ini akan menyebabkan keseimbangan tekanan darah antara bagian kanan dan kiri tubuh kita sampai ke ujung jari kita. Bahkan sebenarnya kekuatan tangan kanan dan kiri bisa menjadi sama. Makna yang lebih dalam dari bersedekap adalah pada pergelangan tangan terdapat banyak sekali saraf sensorik, motorik, yang apabila terjepit pengapuran akan mengganggu organ tubuh kita.

• Tasyahud awal sebaiknya dilakukan seperti yoga atau duduk bersimpuh, kedua telapak kaki sama–sama dilipat, tumit berada di samping pinggang, dan pantat menempel di lantai. Kalau ini dilakukan semenjak anak-anak, pasti tidak susah. Kalau dapat dilakukan dan dibiasakan sampai usia tua pun tubuh akan tetap lentur. Duduk seperti ini akan menarik urat saraf terutama pada pangkal paha sampai lutut, sehingga mencegah pengapuran, sakit tenggorokan, dan memurnikan kelenjar liur. Kalau agak lama, pangkal kaki atas agak ditekan dan digiling ke kiri dan kanan akan menghasilkan tenaga panas di telapak kaki atas, serta menjaga kelenturan saraf penopang tubuh dan keseimbangan tubuh. Jika duduk begini agak lama, di atas 15 menit akan menyebabkan telapak kaki teraliri darah secara maksimal karena pembuluh darah balik ditekan/dikunci. Biasanya, untuk pertama kali akan kesemutan, yang menandakan masih banyak pembuluh darah kita yang tersumbat. Membiasakan duduk seperti ini pada waktu mendengarkan khutbah Jumat, akan sangat bermanfaat dan membuat kita tidak mengantuk. Kalau kita kembangkan teknik ini dengan mengangkat tangan ke atas sambil menarik napas dalam-dalam, kemudian dengan kaki yang tetap dilipat, perlahan-lahan dengan konsentrasi tinggi kita rebahkan badan kita, lalu angkat pantat kita, gunakan tumpuan pada batok kepala belakang tekan dan giling, sangat baik untuk menjaga titik-titik saraf pada kepala kita untuk merawat memori, dan keseimbangan tubuh. Setelah gerakan ini, sembari memaksimalkan oksigen (tetap tahan napas) kemudian pelan-pelan kita angkat kepala kita untuk duduk kembali dengan mengeraskan urat saraf pada perut bawah. Jika belum bisa berarti saraf perut dan saraf pinggang kita masih lemah atau belum optimal. Jika ini dilatih terus setelah selesai shalat dengan kemauan tinggi, dijamin tidak akan sakit perut, buang air besar lancar, menstruasi lancar, bebas sakit pinggang, tidak mudah pikun, tubuh menjadi ringan dan lentur. Mahasuci Allah yang menciptakan shalat, manusia sehat, selamat, serta hemat. Gerakan ini dapat memperkokoh saraf pada pangkal lutut dan kalau kita sudah dapat bertumpu menggunakan lutut agak lama, akan memperbaiki saraf keperkasaan.

• Tasyahud Akhir. Gerakan ini sebenarnya lebih baik dari gerakan bersila, karena pada gerakan ini tulang kering yang seperti mata pisau tapi tumpul diletakkan di cekungan telapak kaki kiri dengan jempol kaki ditekuk. Sebenarnya, kalau gerakan ini kita manfaatkan dengan cara kita pegang pergelangan kaki kanan, lalu tekan dan giling di sepanjang area cekungan, akan berguna untuk membongkar pengapuran pada cekungan kaki kiri, supaya saraf keseimbangan yang berhubungan dengan saraf mata akan terjaga dengan baik sehingga konsentrasi akan meningkat atau terjaga. Tangan kiri yang diletakkan di atas dengkul kiri dapat digunakan untuk mendeteksi fungsi atau tidaknya ujung saraf di cekungan di sekitar lutut.

• Gerakan Salam. Gerakan ini kalau dilakukan secara maksimal dengan menarik urat leher bermanfaat untuk menjaga kelenturan urat leher. Makna dari gerakan ini adalah kita harus menjaga jangan sampai ada urat leher kering, kaku, tersalut kista/benjolan. Jika urat saraf jantung yang kering, akan mengganggu fungsi jantung jika urat paru-paru kering, akan menyebabkan sakit paru-paru bahkan paru-paru bisa stop. Jika di leher banyak benjolan akan menggangu kecerdasan, konsentrasi, atau keseimbangan tubuh. Allah berfirman, “Jika hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku, maka sesungguhnya Aku dekat.” Mungkin pernyataan ini bisa dimaknai bahwa di leher itu ada urat saraf yang sangat penting untuk dijaga, seperti urat saraf paru-paru dan jantung. Kalau kering bisa menyebabkan kematian.

• Berdiri. Sebenarnya, kalau kita mau mengembangkan shalat ini, berdiri pun pada saat shalat dapat dimanfaatkan untuk melatih keseimbangan tubuh dan konsentrasi. Kalau belum bisa mulai dari awal shalat sampai berakhirnya shalat berarti keseimbangan tubuh dan konsentrasi kita belum optimal, dan artinya, ada ujung-ujung saraf keseimbangan kita yang tersalut pengapuran, kering bahkan tidak nyambung. Kemudian kalau mau lebih berat lagi, coba lakukan sambil melihat ujung titik hidung, jangan berkedip. Pertama-tama mata akan terasa perih dan ingin menutup. Kalau ditahan terus, akan mengaktifkan kelenjar air mata, dan kita dapat berurai air mata, kepala terasa mau pecah. Dan kalau kita berhasil melakukan teknik ini, mata akan terang, pikiran akan tenang, konsentrasi akan meningkat. Mungkin ini yang dimaksudkan bahwa khusuk itu sangat berat sekali dan kalau kita bisa khusuk dalam menerapkan teknik ini, akan dapat membantu menjaga sistem saraf halus yang jumlah-nya jutaan di tubuh kita.

• Zikir sambil duduk pembakaran. Zikir sambil duduk pembakaran sambil menggilingkan pangkal kaki, sehingga mengeluarkan bunyi gemeretak dan terasa panas di pangkal dan telapak kaki atas, gunanya akan dapat memperbaiki saraf dan aliran darah di bagian pangkal kaki mulai dari mata kaki. Mengingat kaki berfungsi untuk menopang tubuh, maka saraf di pangkal kaki sampai ujung jari kaki, cekungan kaki, pinggir luar telapak kaki, lingkaran mata kaki, harus dijaga fungsionalnya. Pantas saja kita disuruh berwudhu mulai dari pangkal kaki atau mata kaki. Allah menciptakan sistem di tubuh kita ini tampaknya minimal harus 5 kali sehari dilakukan pelenturan atau perawatan. Pantas, shalat tidak boleh ditinggalkan. Pernah ditayangkan di TV, ada golongan sufi di Afganistan yang menggunakan teknik zikir sambil duduk ini, bahkan terlihat mereka sambil pindah dari satu area ke area lain. Jadi, zikirnya tidak sekadar menggerakkan pinggang, apalagi sambil duduk bersila.

Subhanalloh… “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”